Minggu, 27 Oktober 2013

TETAPLAH BERSYUKUR



Hari Minggu pagi, aku berangkat dari depok ke Bogor. Aku naik angkot. Ku tinggalkan mobil di garasi rumah. Sebelum berangkat, aku makan getuk, makanan yang terbuat dari singkong. Wah, nikmatnya makanan ini! Banyak makanan enak di sekitarku, tapi makanan ini beda rasanya.

Di dalam angkot, penumpang hanya aku sendirian. Tapi sopir tidak mengeluh. Ia terus melaju kendaraannya. Tiba-tiba, ada rombongan ibu-ibu mau pergi hajatan menghentikan angkot yang kutumpangi. Ternyata rezeki tak kemana. Angkot langsung penuh.

Setengah jam kemudian sampailah aku di Terminal Parung. Aku turun dan ganti angkot. Angkot yang kutumpangi kali ini menunggu agak lama. Ada seorang kakek yang telah menjual sayur-mayur ke pasar. Ku lihat raut wajahnya tetap sumringah. Dia terus mengobrol dengan sopir tentang mahalnya kebutuhan pokok, panasnya udara, sampai politik negeri ini. Mereka membandingkan era sekarang dengan jamannya pak Harto. Sampai-sampai ada stiker yang bergambar mantan presiden Suharto dan bertuliskan, “piye kabare? Isih enak jamanku to!”

Hari ini aku bersyukur. Tidak melihat ke atas terus. Seringlah melihat ke bawah. Orang-orang di sekitar kita yang penuh gembira menjalani hidup. Meski hidup sulit kita tetap bersyukur.

Setelah sampai bogor aku ganti naik ojek. Ku tanya ke tukang ojek,”Kalau pergi ke rumah ini, berapa biayanya?” “Sepuluh ribu,” jawabnya. Ku tawar, “enam ribu, ya!”.  Ia mau dan langsung mengantarkanku ke alamat yang kucari.

Setelah berputar-putar, akhirnya aku sampai ke rumah yang kutuju. Aku minta tukang ojek untuk menunggu karena aku hanya punya keperluan sebentar. Tidak kurang dari lima belas menit akhirnya aku naik ojek lagi dan kembali ke pangkalan ojek semula.

Ternyata lokasi yang kutuju dekat. Setelah selesai aku membayar 12ribu. Tukang ojek senang sekali dan berulang-ulang mengucapkan terima kasih. Mungkin pagi itu, ia lagi membutuhkan uang.

Sabtu, 05 Oktober 2013

HAI SHANGHAI



Pada hari Minggu pagi yang cerah bulan September saya berkesempatan jalan-jalan di kota Shanghai bersama  para mahasiswa Internasional dari Universitas Maritim Shanghai. Berangkat naik bus pukul 09.00. Di balik jendela bus, saya melihat pemandangan yang indah. Kemegahan gedung-gedung tinggi berjajar, jalanan bersih, jembatan layang yang tersusun rapi, CCTV yang terpasang di setiap sudut, dan mobil-mobil bagus yang melintas. Saya melihat  payung berukuran raksasa yang  jatuh di tengah bunderan kota. Hal ini mengingatkanku seperti bunderan Hotel Indonesia.
Cuacanya panas kira-kira berkisar 35-380 celcius. Setiap wanita membawa payung untuk berlindung dari sinar matahari yang menyengat. Tapi lebih panas di Jakarta. Di Shanghai masih ada angin sepoi-sepoi yang sedikit mengurangi teriknya matahari.
Shanghai merupakan kota terbesar Republik Rakyat China dan terletak di tepi delta Changjiang. Kota Shanghai telah menjelma menjadi pusat ekonomi, perdagangan, finansial dan komunikasi terpenting Cina.
Kunjungan pertama saya adalah Shanghai World Financial Tower (SWFT), sebuah bangunan pusat keuangan dunia yang menjulang tinggi. Kami harus mengantri masuk. Gedung Pusat Keuangan Dunia di Shanghai yang terletak di Pudong New Area berdiri menjulang dengan tinggi 474 meter berlantai 97. Pengunjung dapat melihat dari atas daerah di sekitarnya karena gedungnya transparan. Untuk masuk ke gedung ini, pengunjung dikenakan biaya 150 Yuan setara dengan Rp300 ribu.
Selain itu, terdapat menara Oriental Pearl atau Menara Mutiara Timur yang merupakan menara TV tertinggi di Shanghai. Menara ini didesain oleh Jia Huan Chen. Pengerjaannya dimulai tahun 1991 dan selesai tahun 1995. Menara seperti jarum pentul ini memiliki ketinggian 468 meter. Pengunjung dikenakan biaya 160 Yuan.
Bangunan unik yang lain, menara Jin Mao yang tingginya 420 meter. Jin Mao Tower selesai dibangun pada tahun 1999 dan meliputi area seluas 2,3 hektar dengan  arsitek Adrian D. Smith.  Menara pencakar langit ini merupakan gabungan unsur-unsur kebudayaan tradisional China dengan gaya arsitektur terbaru, yang membuatnya menjadi salah satu bangunan paling anggun yang dibangun di Cina.
Belum rasanya ke Shanghai kalau belum ke Huangpu River Cruise. Anda akan melihat keindahan Shanghai dari atas kapal cruise. Kapal ini berlantai 3. Kita melihat pemandangan dari kapal bangunan unik di sepanjang sungai. Huangpu River adalah cabang bagian hilir Sungai Yangtze. Sebelumnya dikenal sebagai Huangxiepu atau Chunshen River. Huangpu River Cruise merupakan program wisata tradisional.
Kapal pesiar ini meliputi kapal pesiar pendek (menavigasi wilayah tepi pantai utama antara Jembatan Yangpu dan Jembatan Nanpu ) dan kapal pesiar lengkap ( berkelok-kelok ke arah timur di sepanjang  jalur air emas, lebih dari jarak 60 kilometer atau 37 mil). Pelayaran dimulai dari Bund dan pergi hulu. Menuju selatan, membawa Anda untuk melihat Jembatan Nanpu, dan kemudian berbalik ke utara untuk pergi ke Jembatan Yangpu dan akhirnya mencapai Wusong Mulut (Wusongkou). Ketika air pasang  terjadi, Anda dapat melihat pemandangan yang luar biasa dari Three Waters Mingle Together - air biru keabu-abuan dari Sungai Huangpu, berwarna biru air dari Laut Cina Timur dan air berwarna kuning dengan lumpur dari Sungai Yangtze.

KEBUDAYAAN SHANGHAI
Saya memasuki Musium Shanghai yang mempunyai 5 lantai. Ada ruang seni kaligrafi China, Kerajinan suku China, Patung ribuan tahun silam, Keramik China, dan kain-kain jaman dulu.
Shanghai merupakan salah satu kota terbesar di China yang menjadi pusat budaya selama beberapa tahun terakhir ini. Selain itu, sejak diadakannya reformasi dan politik terbuka terhadap dunia luar pada tahun 1978, ekonomi Shanghai mengalami perkembangan sangat pesat, dan kembali menjadi pemimpin budaya di China. Kehidupan warga Shanghai baik dulu maupun sekarang merupakan tema menarik yang sering dijadikan bahan dalam novel, opera, film, dan sinetron.
Sutradara terkenal dari Hong Kong, Guan Jinpeng waktu kecil pernah hidup di Shanghai. Ia telah menyutradarai sejumlah film yang bertema kaum wanita Shanghai, misalnya film Ruan Lingyu tentang bintang film Shanghai yang terkenal Ruan Lingyu pada tahun 1930-an, Chang Henge yang mengekspresikan perasaan berliku-liku seorang wanita Shanghai selama 40 tahun, dan Mawar Merah dan Mawar Putih yang melukiskan istri dan kekasih dalam mata seorang laki-laki Shanghai.
Kota Shanghai yang terletak di bagian timur China merupakan sebuah kota yang bersejarah. Shanghai pertama-tama menjadi tanah konsesi banyak negara Barat pada awal abad lalu, dan kebudayaan Barat pun mulai memasuki China dari Shanghai, tempat berkumpulnya banyak pedagang dan petualang dari semua pelosok dunia. Ketika itu, Shanghai menjadi kota yang penuh dengan tempat hiburan, maka Shanghai juga dijuluki sebagai "Paris di Timur". Di Shanghai, kebudayaan dan adat istiadat dari berbagai negara berbenturan dan membentuklah kebudayaan yang unik. Warga Shanghai terkenal dengan gaya hidup kebarat-baratan, dan tradisinya yang mengejar trend dan mode diwariskan sampai sekarang.
Naik Apa? Habis Berapa?
Shanghai kini menjadi salah satu destinasi wisata dunia. Ada dua bandara internasional di Shanghai, Hongqiao Airport dan Pudong Airport. Bandara Hongqiao berkode SHA terletak di wilayah barat Shanghai, kira-kira 13 km dari Pusat Kota Shanghai. Sedangkan Bandara Pudong yang berkode PVG berlokasi di daerah Pudong, 30 km dari pusat kota Shanghai dan 40 km dari Bandara Hongqiao.
Garuda Indonesia menyediakan penerbangan langsung Jakarta-Shanghai. Sejumlah maskapai lain dapat dipilih untuk menuju ke sana. Misalnya, Air Asia yang mendarat dulu di Malaysia. Tiket satu orang, pulang pergi satu orang bulan September harganya mulai Rp 3juta-an.
Sarana transportasi sangat memadai. Cukup naik kereta “Metro” yang mempunyai 11 lintasan, kita bisa mengunjungi tempat-tempat favorit. Mau ke Museum Shanghai kita naik Metro line 1. Pergi ke Jin Mao Tower kita naik Metro Line 2. Mau ke Yu Garden kita naik Metro Line 8. Mau kendaraan cepat kita naik Maglev Train. Kecepatannya 500 km/jam, yang mana keretanya laksana terbang.
Masyarakat Shanghai menggunakan bahasa Mandarin dan banyak juga yang berbahasa inggris. Tak   perlu khawatir, bawa saja kamus mandarin untuk memperlancar komunikasi.     

Selasa, 01 Oktober 2013

REMEMBER MY WIFE (PART ONE)



 
Sudah hampir sebulan, isteriku meninggalkanku. Aku hanya ditemani semut, cicak, kecoak dan kucing. Setiap aku mengetik suara cecak mengejekku. “Sendirian niye!” Ck… ck… ck!... Semut berbaris mengelilingi kue pemberian orang tuaku. Aku hanya memakannya ketika aku lapar. Ketika ke kamar mandi kecoa muncul menabrakku. “Minggiiiir!” Saat ke luar rumah kucing menyambutku, meooong!.

Aku mengetik dengan laptop berwarna pink dan memakai hp berwarna pink yang ditinggalkan isteriku. Warna pink memang kesukaan isteriku. Hampir semua benda-benda miliknya berwarna pink. Mulai dari sandal, celana, baju, selimut, bantal, bahkan kamarnya berwarna pink. Untung giginya tidak ikut berwarna pink he… he… he….

Teringat waktu itu.

Aku mengijinkan isteriku melanjutkan sekolahnya ke luar negeri. Itu memang cita-citanya sejak kecil. Sebelum menikah, ia pernah berkata,” Aku akan pergi sekolah ke luar negeri.” Tapi tahun ini baru kesampaian. Gara-gara temennya yang katanya minim prestasi  mendapat beasiswa dari luar negeri.

Isteriku melanjutkan sekolahnya di China, negara yang menganut sistem komunis. Tapi waktu aku pergi ke sana, daerahnya kok bersih, jalannya lebar, kendaraan pribadi sedikit yang lewat, sistem transportasi pakai kereta dan bus. Kalau masih dekat mereka pakai sepeda ontel atau listrik.  Negaranya maju. Banyak pembangunan gedung-gedung megah. Benar-benar beda dengan Indonesia.

Mau sholat aku agak susah. Tidak kujumpai mesjid atau mushola. Sholatnya di kamar hotel. Sebenarnya kalau di taman ada pancuran, aku mau ambil air untuk wudhu. Ternyata tidak ada. Pekerja merawat tanaman dengan menyemprot. Terpaksa wudhunya ta’yamum aja dan sholatnya dijamak. Waktunya lebih cepat 1 jam dengan Indonesia. Seperti waktu Indonesia bagian Tengah (WITA).

Ku lihat gedung-gedung menjulang tinggi, berjajar, di kanan kiri jalan. Pada kesempatan pertama aku masuk gedung Pusat Keuangan Dunia di Shanghai berlantai 101, Menara Jin Mao, dan Oriental Pearl tower. Di tower ini aku melihat pemandangan kota Shanghai dari atas. Menakjubkan! Selain itu aku melihat apartemen, hotel, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan pusat hiburan.

Semua orang china berbahasa mandarin dan banyak pula yang berbahasa inggris, tapi untuk memudahkan komunikasi boleh bawa kamus. Aku membawa buku bahasa Indonesia-mandarin. Asal ketemu orang sebut aja Ni hau! Yang artinya Halo. Kalau mengucapkan terima kasih bilang  Xie-xie.

Pada kesempatan kedua, aku masuk restoran 50 yuan ( 1 Yuan setara Rp 1.885) sepuasnya. Aku memilih ikan, buah, salad, dan kentang. Tempat ini ramai pengunjungnya. Sepanjang jalan orang lalu lalang. Ada juga orang meminta barangnya dibeli. Mengejar turis. Dari restoran aku masuk ke museum Shanghai berlantai 4. Ada keramik ratusan tahun lalu, kaligrafi, patung, perahu, kain, dan lain-lain.

Pada kesempatan ketiga aku diajak naik kapal cruise kecil di sungai Huangpu river. Pemandangan indah melihat gedung-gedung bertingkat berdiri megah. Jika pemerintah Indonesia mau mengembangkan sungai-sungai di Indonesia bisa dijadikan obyek wisata. Seperti Sungai Musi di Palembang, Sungai Batanghari di Jambi, Sungai Kapuas di Kalimantan dan masih banyak lagi.