Jumat, 01 Februari 2013

On Becoming A Man of Value

Oleh: Mulyadi, SH, MM*

“Try not to become a man of success,
but rather try to become a man of value.”  

Pepatah dari Albert Einstein di atas selalu melekat dalam ruang bawah sadar saya, yang sesekali muncul sebagai pengingat bahwa menjadi orang yang sukses itu penting, tetapi menjadi orang yang bernilai/berguna jauh lebih penting. Sukses kerap dianalogikan sebagai  ‘mendapatkan sesuatu’, sedangkan bernilai justru ‘memberikan sesuatu’. Meskipun tidak selalu berlaku dalam semua kondisi, dalam banyak kasus ‘memberi’ lebih berkonotasi positif dibanding ‘mendapatkan’.  Sebab dengan memberi, mendapatkan itu pasti, meski mungkin perlu proses dan waktu yang panjang.

Sebagai ilustrasi, ketika seorang staf tidak berada di posisi dan jabatan tinggi, atau ia mendapat gaji yang bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun bila ia bekerja dengan sepenuh hati, reward yang sepadan pun niscaya akan didapatkan. Mungkin ia tidak sukses secara materi, gajinya sama saja dengan ribuan pegawai lainnya, tetapi ia berhasil mendapatkan hal-hal yang jauh lebih berharga dari segala hal yang bersifat kuantitatif, yaitu respek dari rekan-rekan kerja, kepercayaan dari atasan, rasa hormat dari bawahan, serta kepuasan batin karena telah bekerja dengan optimal. Sebagaimana orang bijak menyebutkan, “orang paling bahagia adalah dia yang menemukan pekerjaan yang dicintainya”. Tidak masalah seberat apapun pekerjaan kita, apabila sudah bertekad untuk melakukan yang terbaik, kita akan selalu bisa menemukan hal-hal menyenangkan di dalamnya.

Dalam menjalani pekerjaan sehari-hari, kerapkali kita merasakan jenuh di kantor. Ternyata ini bisa menjadi indikasi sederhana bahwa seseorang belum melakukan yang terbaik. Orang yang bekerja sepenuh hati, tak akan punya waktu untuk merasakan kejenuhan, sebab ia tahu pasti, sekecil apapun tugas selalu memiliki arti penting. Tak ada hasil besar tanpa hal-hal kecil. Orang yang menyepelekan hal-hal kecil, akan mudah jenuh sehingga sulit baginya membuat prestasi dan pencapaian yang berarti.

Itulah sebabnya, ketika Juli tahun 2011 Kementrian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu) merumuskan konsep nilai untuk diberlakukan di seluruh jajaran birokrasi, seakan angin segar telah berhembus. Memasuki ruang-ruang jiwa yang haus akan suntikan semangat, memasuki ruang-ruang kerja yang nyaman namun seringkali menjenuhkan karena si penghuni tidak memiliki passion yang cukup akan pekerjaan mereka. Inilah awal dari gairah baru yang akan mengaliri segenap ruh pegawai Kementrian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) di mana saya menjadi bagian di dalamnya.


ZOMBIE DAN RUTINITAS KERJA

“Jack, what were you thinking? Were you paying any attention to your work?”
“Sorry, Boss. I must have become a work zombie.”

Percakapan di atas bukan tidak mungkin terjadi di kantor kita. Seseorang begitu sibuknya melamun, mondar-mandir, main game, atau ngobrol hingga pekerjaannya sendiri tidak tersentuh. Ia sama sekali kehilangan minat dan atensi untuk menyelesaikan tugas, bahkan untuk sekedar mengetik judul laporan rasanya amat berat. Ia seakan ‘kehilangan kesadaran’ tentang untuk apa berada di kantor, dan ini berlangsung selama berjam-jam atau bahkan seharian. Ia diam atau tampak sibuk tetapi tidak produktif sama sekali. Ini terjadi karena ia merasa tak punya masa depan di perusahaan atau organisasi tempatnya bekerja.  Menjadi robot atau zombie di tempat kerja adalah jalan yang tanpa sadar telah dipilihnya.

Kalau boleh jujur, sebagai seorang staf, bagi saya pun ada saat-saat bekerja terasa sebagai rutinitas belaka. Bangun pagi pulang malam, tak menyisakan apapun kecuali kelelahan. Bekerja hanya menunggu tanggal gajian, itu pun uang gaji hanya ibarat numpang lewat, tak bisa memenuhi kebutuhan hidup kecuali hanya pas-pasan saja. Berangkat ke kantor kerapkali karena harus, bukan karena ingin. Sepuluh tahun bekerja, rasanya lebih sering terucap kalimat ‘I HAVE to work’ daripada ‘I WANT to work’.  Dan saya percaya, saya tidak sendirian. Setiap pagi ada ribuan orang lainnya melakukan hal yang sama. Berjalan menuju kantor dengan ekspresi wajah yang sama. Datar, tanpa semangat, karena tiap hari harus melakukan itu-itu saja. Wajah-wajah yang sepuluh tahun lalu dipenuhi gairah saat menginjakkan kaki ke kantor untuk yang pertama kalinya, kini perlahan telah berubah menjadi ‘zombie’ –makhluk yang bergerak tanpa nyawa, dengan antusiasme hidup yang seakan tercerabut. Kemanakah larinya ekspresi yang dulu penuh harapan itu? Kecuali mendekati akhir pekan atau hari libur, semua orang tampaknya mengucapkan “I hate workdays”.

Konsep nilai yang dirumuskan Kementrian Keuangan, ibarat wake up call yang membangunkan jiwa dari tidur yang panjang. Menjadi alarm yang berkumandang keras, menyeru pribadi-pribadi yang telah menjadi zombie karena kungkungan rutinitas, untuk menjadi  manusia yang kembali ‘hidup dan bernapas’.

Konsep nilai yang dirumuskan Kementerian Keuangan mampu mengembalikan kata ‘harapan’ yang menjadi alasan bagi kita untuk tetap hidup dan berjuang. Apa gunanya hidup tanpa harapan? Kehilangan harapan sama dengan kehilangan kehidupan itu sendiri. Seperti yang selama ini saya baca di kertas mungil berisi quotes yang menghiasi meja kerja saya: kehilangan uang adalah kehilangan yang besar, kehilangan teman adalah kehilangan lebih besar, dan kehilangan harapan adalah kehilangan segala-galanya.

Konsep nilai yang dirumuskan Kementerian Keuangan juga mengingatkan saya akan makna ‘the man of value’ yang sesungguhnya. Yaitu manusia yang bernilai, yang lebih mengutamakan tindakan memberi daripada menerima. Memberi yang terbaik untuk organisasi, mengutamakan  kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi, menebarkan semangat dan inspirasi melalui kinerja yang semakin membaik dari hari ke hari. Tidak berebut materi dan kedudukan, sebab ia tahu semua itu bisa dicapai hanya melalui kerja keras dan ketulusan.

Konsep nilai Kemenkeu yang telah diterapkan selama satu tahun ini, telah berhasil menciptakan perubahan positif khususnya pada diri saya sendiri, sama baiknya dengan perubahan positif yang saya lihat dalam tubuh DJKN secara keseluruhan.


ANTARA NILAI DAN BUDAYA ORGANISASI

Saya memahami bahwa nilai-nilai (values) dapat diartikan sebagai konsep yang mendeskripsikan keyakinan seseorang atau sekelompok orang. Seperangkat nilai dapat terbentuk menjadi sebuah sistem nilai. Sederhananya, apabila nilai-nilai dianut oleh sekelompok orang dalam jangka panjang, maka akan membentuk karakter kelompok tersebut dan kemudian menjadi budaya kelompok atau budaya organisasi. Dalam jangka panjang berikutnya, budaya organisasi akan pula mempengaruhi nilai-nilai individu yang tergabung di dalamnya. 

Konsep nilai yang dirumuskan Kemenkeu merupakan langkah awal yang baik dalam membangun budaya organisasi yang positif. Kita tahu bahwa nilai-nilai individu para pegawai berbeda atau bervariasi satu dengan yang lain, sebagai bawaan dari lingkungan pribadi atau masa lalunya. Dengan menetapkan konsep nilai di jajaran Kemenkeu, guidance bagi para individu pegawai ini pun terbentuk.  Tidak hanya demi terciptanya suasana kerja yang nyaman, produktivitas kerja yang tinggi, tetapi juga membangun kualitas diri individu itu sendiri. Bila nilai-nilai positif ini sudah diterapkan oleh para individu pegawai, maka dengan sendirinya akan membentuk karakter/perilaku kelompok yang pada akhirnya menciptakan budaya organisasi yang baik. Nilai-nilai tersebut meliputi 5 (lima) hal, yaitu: 1) Integritas, 2) Profesionalisme, 3) Sinergi, 4) Pelayanan, dan 5) Kesempurnaan. 

Integritas berkaitan dengan kualitas kejujuran serta kepemilikan prinsip-prinsip moral yang kuat. Dengan menerapkan nilai integritas dalam kinerja keseharian, diharapkan akan tercipta transparansi dan saling percaya di antara jajaran pegawai maupun antara birokat dengan para pemangku kepentingan lainnya. Selama ini media cukup gencar menyoroti kurangnya integritas di jajaran birokrasi Kementerian Keuangan. Ini tentu menjadi cambuk agar prinsip kejujuran secara intens diterapkan sampai bisa mendarah daging di segenap tubuh birokrasi.

Profesionalisme dapat diartikan sebagai kompetensi atau skill yang diharapkan dari seorang pegawai. Baru-baru ini TechRepublic menyiarkan tentang 10 hal yang mencirikan seorang proesional sejati, yaitu : 1) menempatkan kepentingan customer sebagai prioritas pertama, 2) menjadikan diri kita benar-benar ahli (expert) di bidang pekerjaan kita, 3)  melakukan lebih dari yang diharapkan, 4) mengerjakan apa yang kita katakan dan mengatakan apa yang bisa kita kerjakan, 5) berkomunikasi secara efektif, 6) mengikuti prinsip-prinsip moral (tatakrama /etiket) yang baik di lingkungan kerja, 7) memuji kinerja/keberhasilan kelompok dan bukan diri sendiri, 8) dermawan dalam membagi pengetahuan, 9) tak sungkan untuk bilang terima kasih, 10) memasang keceriaan di wajah dan kebaikan di dalam hati. Dengan menerapkan sepuluh ciri profesional sejati di atas, maka akan terbentuk karakter individu dan budaya organisasi yang sesuai prinsip rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam semesta).

Sinergi merupakan kompatibilitas atau penggabungan dari semua elemen yang berbeda yang menghasilkan suatu efek total yang lebih besar dibanding jumlah elemen individual. Tentu saja penggabungan ini bersifat kesatuan yang mutual dan saling menguntungkan. Dalam setiap organisasi, sinergi ibarat napas. Tanpa itu organisasi tak akan hidup. Selama ini di tubuh DJKN masih terdapat seksi-seksi yang kurang menunjukkan sinergi dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Pelayanan mengacu pada tindakan memberi yang terbaik kepada segenap pemangku kepentingan di jajaran Kemenkeu khususnya DJKN.  Dalam fungsinya sebagai pengelola kekayaan negara, piutang negara, lelang negara, dan administrasi barang milik negara, para pegawai DJKN tentu tidak lepas dari melayani berbagai stakeholders.  Menempatkan kepentingan mereka sebagai prioritas utama adalah hal yang sesuai dengan prinsip atau nilai pelayanan.

Kesempurnaan tidak berarti segalanya harus sempurna karena jelas itu hanya milik Allah swt. Tetapi ini berarti dilakukannya upaya sinambung dan terus menerus untuk memperbaiki setiap aspek di lingkungan DJKN, dari segi motivasi bekerja, pengetahuan dan kompetensi, dan sebagainya. Dengan menerapkan nilai ini diharapkan kinerja para pegawai di lingkungan DJKN dapat semakin optimal  dari waktu ke waktu.

DAMPAK POSITIF

DJKN sebagai perumus kebijakan teknik standarisasi di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang, telah menerapkan kelima konsep nilai yang telah dirumuskan Kemenkeu dalam keseharian kinerja para stafnya. Sejauh pengamatan saya, penerapan nilai-nilai ini cukup efektif dan berdampak positif bagi kinerja birokrasi DJKN dalam satu tahun terakhir.

Pertama, dalam hal integritas.  Dalam fungsinya sebagai pengelola kekayaan negara, piutang negara, lelang negara, dan administrasi barang milik negara, para pegawai DJKN tentu tidak lepas dari menangani berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) termasuk debitur. Sebelum diterapkannya nilai-nilai, tidak sedikit pegawai yang dipertanyakan integritasnya. Menangani debitur dengan cara tidak jujur, misalnya dalam hal memberikan informasi jumlah hutang debitur dan informasi penyitaan tanah yang dilakukan secara tidak transparan. Sesudah diterapkannya konsep nilai sejak Juli 2011, terlihat bahwa informasi mulai diberikan berdasarkan data yang akurat.

Kedua, dalam hal profesionalisme.  Telah terlihat perubahan ke arah yang lebih baik. Sebagai contoh, penanganan piutang pada awalnya seringkali dilakukan secara berbelit-belit.  Pihak-pihak yang mau melunasi hutang dilayani dalam waktu yang lama, sehingga menimbulkan kekecewaan dan pandangan negatif terhadap kinerja pegawai. Setelah memahami pentingnya menerapkan sikap profesionalisme, para pegawai mengusahakan agar SOP (Standard Operating Procedure) pelunasan hutang dilakukan 1 hari setelah uang masuk ke rekening KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Contoh lain, sebelumnya limit lelang tidak terbuka, dalam arti penetapan harga terendah dari suatu barang yang dilelang tidak diberitahukan kepada khalayak umum sehingga yang terjadi adalah: 1) peserta lelang berjumlah terbatas dan terkesan hanya itu-itu saja, 2) peminat lelang hanya segelintir orang sehingga pendapatan negara dari non pajak tidak diperoleh secara maksimal, 3) terjadinya kongkalikong dengan pejabat lelang yang mengetahui limit tersebut lelang, dan 4) timbulnya mafia lelang. Setelah memahami arti pentingnya penerapan profesionalisme dalam bekerja, keempat hal tersebut dapat dihindari karena limit lelang diumumkan secara terbuka melalui surat kabar dan media lainnya.

Ketiga, dalam hal sinergi. Kurangnya kerja sama antara Seksi Piutang dan Seksi Hukum & Informasi dalam hal kesamaan data berkas dan kecepatan pengurusan piutang negara selama ini terjadi di tubuh DJKN. Adanya perbedaan data berkas kasus piutang negara di antara kedua seksi tersebut menyebabkan kebingungan dalam memastikan berapa sebetulnya nilai outstanding (sisa) hutang para debitur, sehingga pengurusan kasus berjalan lambat. Akan tetapi sejak memahami arti penting sinergi dalam organisasi, kerjasama di antara kedua seksi tersebut pun terjalin dengan cukup baik. Selain itu, sebelum adanya penerapan proesionalisme, kerja sama antara seksi Pengelola Kekayaan Negara dengan Satuan Kerja/lembaga yang terkait kurang sinergis. Satuan kerja/lembaga  tidak merespon inventarisasi dan penilaian barang milik negara dengan baik. Namun setelah memahami nilai sinergi, terjalin kerja sama yang saling menguntungkan di antara pihak-pihak tersebut.

Keempat, dalam hal pelayanan. Sebelum menerapkan nilai-nilai yang harus diterapkan dalam kinerja pegawai Kemenkeu, pelayanan yang dilakukan pegawai DJKN masih dilakukan secara terkotak-kotak alias masing-masing, baik dalam hal pelayanan piutang, pelayanan lelang, maupun pelayanan kekayaan negara. Sekarang telah ada beberapa perubahan positif. Yang pertama, bertambahnya pelayanan yaitu dalam hal barang milik negara. Kemudian terbentuknya APT (Area Pelayanan Terpadu), di mana para petugas APT bertugas menerima keluhan para pemangku kepentingan, merespon dan mengirimkan informasi ke seksi-seksi yang terkait. Perubahan lainnya adalah dalam teknologi informasi. Sudah dibuat aplikasi yang terintegrasi baik dalam hal Sistem aplikasi manajemen piutang dan (SIMPle) , Sistem Aplikasi barang milik negara (SIMAK), KIOS K (layar informasi), maupun jadwal lelang di berbagai media. Hal ini tentu saja memudahkan para klien untuk mengakses berbagai layanan yang diberikan DJKN.

Kelima, dalam hal Kesempurnaan. Pepatah ‘nothing is perfect’ seyogyanya membuat kita terus menerus melakukan perbaikan dalam segala hal. Demikian pula para pegawai DJKN. Dengan bersandar pada konsep nilai kesempurnaan, telah dilakukan beragam kegiatan seperti meng-update pengetahuan para pegawai tentang piutang, lelang dan barang milik negara. Juga meng-upgrade beragam keterampilan para staf, baik dalam hal percepatan pengurusan piutang,  penanganan dan strategi lelang, serta inventarisasi dan penilaian barang milik negara. Sebelum adanya rumusan nilai ini, pelatihan-pelatihan yang diperoleh pegawai jumlahnya masih sangat terbatas.

Dengan adanya konsep nilai Kementrian Keuangan yang meliputi integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan,  tidak hanya kinerja pegawai membaik, tetapi lebih dari itu, semangat bekerja lahir bukan dari keterpaksaan akan sebuah kewajiban, melainkan kesadaran bahwa menjadi manusia yang bernilai itu jauh lebih penting daripada sekedar mencapai sesuatu yang bersifat materialistis. Konsep nilai ini mengajarkan kita bahwa uang dan jabatan hanyalah bonus atau efek, sementara proses mendapatkannya itulah yang terpenting dan akan menentukan seberapa besar harga diri kita. Proses pencapaian keberhasilan yang diwarnai kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas, sudah merupakan kesuksesan itu sendiri. Itulah yang akan dinilai pada akhirnya, baik di mata dunia maupun di hadapan Allah SWT.  Pencapaian besar yang diperoleh secara cepat tanpa melalui penerapan nilai-nilai yang baik seperti kejujuran, bukanlah pencapaian sejati. Itu akan berakhir secepat kita mendapatkannya. Bukti-bukti yang nyata sudah terpublikasi di beragam media, berapa harga yang harus dibayar dari sebuah ketidakjujuran dan pengabaian atas nilai-nilai moral.  Kasus suap dan korupsi misalnya,  pada awalnya mungkin membuat kita bisa memenuhi segala kehausan akan materi, tetapi pada akhirnya hanya menyisakan nama buruk dan kesengsaraan, belum lagi hukuman Tuhan bagi para pelaku ketidakjujuran yang tentu sudah tercatat dalam buku amal yang tentu kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.


MENJADI PRIBADI YANG BERNILAI

The value of a man should be seen in what he gives and not in what he is able to receive.”

Saya sangat setuju bahwa nilai seseorang seharusnya dilihat dari apa yang dia berikan dan bukan dari apa yang dia terima. Seperti juga hadits Rasulullah SAW yang mengatakan, “Tangan yang di atas (memberi) lebih baik dari tangan yang di bawah (menerima/meminta).” (HR Bukhari).  Serta sabda Rasulullah SAW yang lain, “Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat.” (HR Thabrani dan Daruquthni).

Kita bisa belajar dari kisah Albert Einstein. Ia dikenal sebagai sosok ilmuwan asal Jerman yang menjadi legenda dunia. Ia menciptakan teori umum relativitas yang mempengaruhi revolusi dalam ilmu fisika. Namun tahukah anda? Jauh sebelum dinobatkan sebagai Bapak Fisika Modern, ketika masih muda, ia pernah ditanya kelak ingin jadi apa. Einstein tidak menjawab bahwa ia ingin jadi ahli fisika, tetapi ia berkata, “Saya ingin jadi orang yang berguna, bukan orang yang berhasil.” Kemudian ia diminta menjelaskan apa maksud dari kalimat tersebut. Einstein pun berkata, “Orang yang sukses/berhasil adalah dia yang mengambil lebih dari apa yang dia berikan untuk lingkungannya, sedangkan orang yang berguna/bernilai adalah dia yang memberi lebih banyak dari apa yang dia peroleh dari lingkungannya.” 

Manakala sebuah organisasi terdiri atas orang-orang yang berkeinginan untuk terus memberi performa terbaik demi kemajuan bersama, bukan orang-orang yang bekerja hanya karena menunggu gajian dan kenaikan jabatan tanpa menyisakan sedikitpun rasa cinta untuk apa yang dikerjakannya, maka yang akan tercipta adalah sebuah organisasi yang memberi sebanyak mungkin manfaat bagi bangsa dan negara.  Bukankah kokohnya sebuah bangsa berasal dari kokohnya kepribadian individunya? Dan kokohnya kepribadian individu ditentukan oleh nilai-nilai yang ia anut dan jaga?

Lalu bagaimana cara menjadi orang yang bernilai/berguna? Saya memiliki 10 tips, yaitu:

1)       Fokuskan pikiran anda untuk melakukan kinerja terbaik daripada sekedar untuk mendapat kenaikan gaji, jabatan tinggi, atau sanjung puji. Karena tanpa di minta pun pencapaian materi akan diperoleh seiring waktu selama kualitas kerja kita teruji.

2)       Lakukan tindakan nyata daripada sekedar membicarakannya atau hanya berangan-angan tentangnya. Bicara itu gampang, bermimpi itu mudah, tetapi meraih impian dengan kerja keras hanyalah milik segelintir orang yang mau mengubah dirinya ke arah yang lebih baik.

3)       Jangan remehkan tugas-tugas kecil, karena tak ada pencapaian besar tanpa langkah kecil. Ingatlah bahwa satu tahun pencapaian adalah hasil detik demi detik perjuangan. Jangan bermimpi bisa mencapai prestasi besar bila melakukan hal-hal kecil saja tidak mau dan tidak mampu.

4)       Pusatkan perhatian pada orang-orang di sekeliling anda, berbagilah ilmu dan motivasi untuk maju bersama. Jangan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, apalagi sampai merampas hak-hak orang lain hanya demi materi. Harta dan jabatan tidak akan dibawa mati, namun amal baiklah yang akan jadi teman sejati.

5)       Berhenti mengeluh, dan mulailah mencari hal-hal yang akan meningkatkan kemampuan anda. Kalau anda merasa kurang terampil mengerjakan suatu tugas, jangan malu bertanya kepada orang yang bisa, dan kalau perlu investasikan waktu untuk mengikuti pelatihan yang akan meningkatkan skill anda.

6)       Bangun dan bergeraklah. Jangan biarkan waktu terbuang tanpa melakukan progres apapun di meja kerja anda. Kalau sedang jenuh dengan suatu bagian dari tugas, lakukan bagian lain yang akan menunjang keseluruhan tugas. Kalau mungkin, Anda juga bisa bertukar tugas dengan rekan kerja yang lain sehingga setiap hari menjadi pengalaman yang berbeda. Siasati agar ruang kerja selalu terasa menyenangkan, ganti tampilan meja kerja anda dengan dekorasi yang atraktif yang akan membangkitkan emosi positif.

7)       Bergaullah bersama rekan-rekan kerja yang produktif yang akan menularkan semangat untuk maju. Bergaul dengan mereka yang kurang termotivasi dan hobi mengeluh hanya akan menggerus semangat hidup. Ingat bahwa: you are what you get along with, anda adalah dengan siapa anda bersama. Ibarat pepatah: bergaul dengan tukang parfum, akan kecipratan harum. Bergaul dengan tukang remis, akan ikut bau amis. Pilihlah teman-teman yang berkualitas di kantor anda, bila tidak ada, anda bisa mencarinya dalam klub atau seminar-seminar motivasi di luar jam kantor.

8)       Setiapkali bangun pagi, pikirkan hal positif apa yang akan anda lakukan hari ini. Jangan sampai hari ini masih sama seperti kemarin, atau bahkan lebih buruk lagi, karena itulah ciri-ciri orang yang merugi. Apa yang anda lakukan hari ini, adalah cerminan diri anda 5 atau 10 tahun lagi. Kalau perlu, buatlah buku impian (dream book) yang berisi rencana pencapaian hidup anda dalam jangka waktu setahun, lima tahun, atau sepuluh tahun ke depan, dan berusahalah merealisasikannya.

9)       Setiapkali mau tidur, renungkan hal positif apa yang sudah anda lakukan hari ini. Bila belum sempurna, laksanakan keesokan harinya tanpa menunda. Evaluasi diri harus dilakukan setiap hari untuk meng-update kualitas diri anda secara terus menerus. Kalau perlu, buatlah buku evaluasi diri (self evaluation book) yang akan menjadi catatan pencapaian hidup anda untuk dijadikan bahan renungan dan cambuk menuju kemajuan. Evaluasilah diri anda sebelum membiarkan orang lain mengevaluasi anda.

10)    Yakinkan bahwa hidup cuma sekali, jangan dibuang untuk hal-hal yang tak berarti. Satu menit yang anda habiskan untuk hal-hal yang tidak produktif, adalah satu menit yang tidak akan pernah kembali. Pikirkan 10 hal apa yang akan anda lakukan jika mati esok hari, dan lakukanlah ke-10 hal itu mulai saat ini!

Harapan saya, semoga nilai-nilai yang telah dirumuskan Kementrian Keuangan ini dapat terus diterapkan secara disiplin oleh seluruh jajaran DJKN, khususnya oleh diri saya sendiri. Sebagaimana saya percaya, “Price is what you pay. Value is what you get.” Ketika kita memberi yang terbaik, melakukan yang terbaik, maka yang terbaik pulalah yang akan kita dapatkan. Selama kita memegang nilai-nilai positif, selama itulah kita menjadi manusia yang bernilai. Dan orang yang bernilai jauh lebih beruntung daripada orang sukses. Karena orang yang bernilai sudah pasti akan sukses. Sebab sekali lagi, sukses bukanlah hasil, bukan apa yang kita peroleh (gaji, posisi, dsb), yang mungkin membuat kebutuhan kita terpenuhi tetapi tidak melahirkan nilai lebih di dalam diri. Sukses adalah proses. Selama baik prosesnya, selama optimal kinerja kita, kepuasanlah yang akan memenuhi jiwa, dan itulah sumber kebahagiaan yang sesungguhnya. Menjadi orang yang bahagia...bukankah itu impian kita semua? ***

Copyright@2013 by Mulyadi, SH, MM

*Penulis adalah staf pelaksana DJKN, Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Jakarta 1
Tulisan ini merupakan sebuah evaluasi subjektif atas pengaruh nilai-nilai Kementrian
Keuangan terhadap kinerja pegawai DJKN