Selasa, 28 Mei 2013

SEPENGGAL WAKTU UNTUK IBUKU



Innalillahi wa inna illahi rajiun. Telah pulang ke rahmatullah paman pukul 11.00 WIB. Bagi bapak ibu yang mempunyai waktu luang diharapkan dapat memberi penghormatan terakhir di rumah duka. Kalimat itu, teringang di telinga saat diberitahu bahwa paman meninggal.
Pamanku meninggal hari Sabtu siang. Berita menghenyakan itu aku dengar seminggu yang lalu. Aku tidak dapat pulang karena saya sedang ada pekerjaan.  Anak pamanku kebanyakan merantau. Yang mengurus jenazahnya adalah tetangga dekat pamanku.
Aku menanyakan teman yang dikampung dan Katanya telah diadakan tahlilan untuk almarhum. Aku terus melakukan sholat ghaib dan berdoa untuk keselamatan dan pengampunan dosa bagi pamanku.

Jumat siang pukul 14.00
Mas, ibu mengharapkan kamu pulang? Ada Pesan singkat dari ponselku.
Sudah lama aku tidak pulang. Aku terlalu sibuk bekerja di Jakarta. Kepadatan kerja membuat aku belum meluangkan waktu untuk menengok ibuku di kampung halaman.
Ibuku mengharapkanku pulang. Sudah lama aku tidak pulang. Aku harus pulang bulan ini. Kapan? Pokoknya bulan ini. Meski hanya sebentar aku harus pulang. Aku sudah rindu dengan ibuku. Aku ingin menyenangkan ibuku. Aku sebagai anak harus berbakti.
Ayahku tidak sempat menikmati jerih payahku. Awal saya diterima kerja, ayahku meninggal dunia. Ayahku tidak mengabari kalau ia sakit. Sanak saudara juga tidak mengabariku. Aku juga menyesal pulang ketika mendapati ayahku telah tiada.
Hal ini jangan sampai terjadi dengan ibuku. Ibuku yang telah melahirkanku. Ibuku yang telah menghidupiku. Ibuku yang mendoakanku. Ibuku yang merelakan waktunya menungguiku sewaktu belajar. Ibuku yang membelikan mainan kesukaanku. Ibuku yang menyediakan makanan. Ibuku yang sabar menghadapiku yang nakal ini. Ibuku yang karenanya bisa sekolah. Ibuku yang kerenanya, bisa bekerja di tempat enak.

Jumat malam pukul 02.00
Di sela-sela waktu akhir pekan aku meluncur pulang kampung. Di tengah malam, aku menembus gelapnya ibu kota. Meski hujan rintik-rintik, tak mematahkan semangatku untuk pulang menemui ibuku. Sepanjang jalan aku berdoa agar selamat sampai ke kampung halamanku.
Kubawa isteri dan anakku pulang ke kampung halaman. Mereka bertanya-tanya malam ini. Ya, malam ini. Aku telah membulatkan tekad untuk pulang malam ini. Bukan malam yang lain. karena malam ini, ada dorongan untuk pulang. Dorongan naluri anak kepada ibunya.
Aku belum memberi tahu ibuku kalau aku pulang. Nanti ketika sudah dapat separuh perjalanan aku akan kabari ibuku. Ibuku pasti senang kalau kita datang. Ibuku senang kalau melihat cucunya yang lucu datang. Ibuku senang kalau anaknya tambah gemuk. Ibuku senang kalau anaknya bersimpuh di kakinya. Ibuku senang kalau anaknya membelikan pisang kesukaannya.

Sabtu malam pukul 01.00
Ibuku telah lama sakit tua, batuk-batuk, pegal linu, tulang kesemutan dan lemah. Ia hanya dirawat oleh anak kedua dan cucunya. Setiap delapan hari ibuku harus mengontrol kesehatan ke mantri desa. Maklum, di desaku yang ada hanya mantra kesehatan. Dokter jauh berada di kota.
Ketika hujan, tubuhnya merasa ngilu. Ketika panas, tubuhnya kesemutan. Untung masih ada mantri desa, yang membantu ibuku. Kakakku dan keponakku yang sabar merawat ibuku.
Sebentar lagi sampai di kampung halaman. Seberkas cahaya lampu temaram terlihat di gardu pintu masuk desa. Pohon-pohon sepoi-sepoi tertiup angin. Suara jangkrik mengiringi kedatanganku. Udara dingin menusuk tulangku.
Aku kembali. Aku telah datang. Aku sampai di rumah ibuku dengan selamat. Terima kasih Tuhan Engkau selamatkan aku dan keluargaku di perjalanan dan telah sampai di rumah ibuku.
Pintu telah terkunci. Tapi kudengar suara ibuku menyahut ketika kuketuk pintunya.
Aku peluk ibuku. Aku pulang. Aku datang. Aku kembali.
Aku beristirahat esok kita bercerita.

Minggu pagi
Aku mengobrol dengan ibuku. Ibuku banyak bercerita. Aku dengarkan saja. Sambil kupijit tangannya. Mulai dari penyakitnya, pamanku yang meninggal, sampai mengingatkanku waktu kecil.
Isteri dan anakku bersemangat menanyakan kabar ibuku. Apalagi anakku. Senangnya. Melihat binatang. Ada burung parkit, ada kambing, ada kalkun, ada ayam kate, entok dan ada mainan baru.
Ketika aku datang, penyakit yang diderita terasa hilang. Kedatanganku membuat ibuku menjadi bahagia. biasanya kalau sore hari, kalau ibu telat dimasakan air hangat, anak dan cucunya dimarahi.
Tetapi sejak kedatanganku, ibuku tak pernah marah. Ibu bahagia. ibu minta dibelikan pisang dan roti. Aku pergi ke pasar untuk membelikan kesukaannya. Ia sangat senang sekali. Aku hanya sebentar di rumah ibu. Meski demikian ibu sangat bahagia.
Dulu ketika kambing masih ada, ku yang menggembala sedangkan Bapak yang cari pakan bebek, ayam, entok. Maklum, sumber mata pencaharian hasil ternak yang tak seberapa. Tapi hebatnya anak-anaknya tamatan SMA semua, kecuali aku yang disokong untuk terus melanjutkan sekolah.
Indah desa ini. Rinduku telah terobati. Ibuku ceria kembali. Ku ingin terus bersama ibuku, tapi sumber pekerjaanku tidak di desa ini. Meski demikian aku tetap dekat, untuk pulang lagi.
Jangan sampai terjadi seperti waktu bapak dan paman meninggal dunia.

Sebelum aku berpamitan untuk kembali ke Jakarta, ia telah menyiapkan lele goreng untuk bekalku kembali ke Jakarta.

Terima kasih ibuku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar