Innalillahi
wa inna illahi rajiun. Telah pulang ke rahmatullah paman pukul 11.00 WIB. Bagi
bapak ibu yang mempunyai waktu luang diharapkan dapat memberi penghormatan
terakhir di rumah duka. Kalimat itu, teringang di telinga saat diberitahu bahwa
paman meninggal.
Pamanku
meninggal hari Sabtu siang. Berita menghenyakan itu aku dengar seminggu yang
lalu. Aku tidak dapat pulang karena saya sedang ada pekerjaan. Anak pamanku kebanyakan merantau. Yang
mengurus jenazahnya adalah tetangga dekat pamanku.
Aku
menanyakan teman yang dikampung dan Katanya telah diadakan tahlilan untuk
almarhum. Aku terus melakukan sholat ghaib dan berdoa untuk keselamatan dan
pengampunan dosa bagi pamanku.
Jumat
siang pukul 14.00
Mas, ibu mengharapkan kamu pulang? Ada Pesan
singkat dari ponselku.
Sudah lama
aku tidak pulang. Aku terlalu sibuk bekerja di Jakarta. Kepadatan kerja membuat
aku belum meluangkan waktu untuk menengok ibuku di kampung halaman.
Ibuku
mengharapkanku pulang. Sudah lama aku tidak pulang. Aku harus pulang bulan ini.
Kapan? Pokoknya bulan ini. Meski hanya sebentar aku harus pulang. Aku sudah
rindu dengan ibuku. Aku ingin menyenangkan ibuku. Aku sebagai anak harus
berbakti.
Ayahku
tidak sempat menikmati jerih payahku. Awal saya diterima kerja, ayahku
meninggal dunia. Ayahku tidak mengabari kalau ia sakit. Sanak saudara juga
tidak mengabariku. Aku juga menyesal pulang ketika mendapati ayahku telah
tiada.
Hal ini
jangan sampai terjadi dengan ibuku. Ibuku yang telah melahirkanku. Ibuku yang
telah menghidupiku. Ibuku yang mendoakanku. Ibuku yang merelakan waktunya
menungguiku sewaktu belajar. Ibuku yang membelikan mainan kesukaanku. Ibuku
yang menyediakan makanan. Ibuku yang sabar menghadapiku yang nakal ini. Ibuku
yang karenanya bisa sekolah. Ibuku yang kerenanya, bisa bekerja di tempat enak.
Jumat
malam pukul 02.00
Di
sela-sela waktu akhir pekan aku meluncur pulang kampung. Di tengah malam, aku
menembus gelapnya ibu kota. Meski hujan rintik-rintik, tak mematahkan
semangatku untuk pulang menemui ibuku. Sepanjang jalan aku berdoa agar selamat
sampai ke kampung halamanku.
Kubawa
isteri dan anakku pulang ke kampung halaman. Mereka bertanya-tanya malam ini.
Ya, malam ini. Aku telah membulatkan tekad untuk pulang malam ini. Bukan malam
yang lain. karena malam ini, ada dorongan untuk pulang. Dorongan naluri anak
kepada ibunya.
Aku belum
memberi tahu ibuku kalau aku pulang. Nanti ketika sudah dapat separuh
perjalanan aku akan kabari ibuku. Ibuku pasti senang kalau kita datang. Ibuku
senang kalau melihat cucunya yang lucu datang. Ibuku senang kalau anaknya
tambah gemuk. Ibuku senang kalau anaknya bersimpuh di kakinya. Ibuku senang
kalau anaknya membelikan pisang kesukaannya.
Sabtu
malam pukul 01.00
Ibuku
telah lama sakit tua, batuk-batuk, pegal linu, tulang kesemutan dan lemah. Ia
hanya dirawat oleh anak kedua dan cucunya. Setiap delapan hari ibuku harus
mengontrol kesehatan ke mantri desa. Maklum, di desaku yang ada hanya mantra
kesehatan. Dokter jauh berada di kota.
Ketika
hujan, tubuhnya merasa ngilu. Ketika panas, tubuhnya kesemutan. Untung masih
ada mantri desa, yang membantu ibuku. Kakakku dan keponakku yang sabar merawat
ibuku.
Sebentar
lagi sampai di kampung halaman. Seberkas cahaya lampu temaram terlihat di gardu
pintu masuk desa. Pohon-pohon sepoi-sepoi tertiup angin. Suara jangkrik
mengiringi kedatanganku. Udara dingin menusuk tulangku.
Aku
kembali. Aku telah datang. Aku sampai di rumah ibuku dengan selamat. Terima
kasih Tuhan Engkau selamatkan aku dan keluargaku di perjalanan dan telah sampai
di rumah ibuku.
Pintu
telah terkunci. Tapi kudengar suara ibuku menyahut ketika kuketuk pintunya.
Aku peluk
ibuku. Aku pulang. Aku datang. Aku kembali.
Aku
beristirahat esok kita bercerita.
Minggu
pagi
Aku
mengobrol dengan ibuku. Ibuku banyak bercerita. Aku dengarkan saja. Sambil
kupijit tangannya. Mulai dari penyakitnya, pamanku yang meninggal, sampai
mengingatkanku waktu kecil.
Isteri dan
anakku bersemangat menanyakan kabar ibuku. Apalagi anakku. Senangnya. Melihat binatang.
Ada burung parkit, ada kambing, ada kalkun, ada ayam kate, entok dan ada mainan
baru.
Ketika aku
datang, penyakit yang diderita terasa hilang. Kedatanganku membuat ibuku
menjadi bahagia. biasanya kalau sore hari, kalau ibu telat dimasakan air hangat,
anak dan cucunya dimarahi.
Tetapi
sejak kedatanganku, ibuku tak pernah marah. Ibu bahagia. ibu minta dibelikan
pisang dan roti. Aku pergi ke pasar untuk membelikan kesukaannya. Ia sangat
senang sekali. Aku hanya sebentar di rumah ibu. Meski demikian ibu sangat
bahagia.
Dulu
ketika kambing masih ada, ku yang menggembala sedangkan Bapak yang cari pakan
bebek, ayam, entok. Maklum, sumber mata pencaharian hasil ternak yang tak
seberapa. Tapi hebatnya anak-anaknya tamatan SMA semua, kecuali aku yang disokong
untuk terus melanjutkan sekolah.
Indah desa
ini. Rinduku telah terobati. Ibuku ceria kembali. Ku ingin terus bersama ibuku,
tapi sumber pekerjaanku tidak di desa ini. Meski demikian aku tetap dekat,
untuk pulang lagi.
Jangan sampai
terjadi seperti waktu bapak dan paman meninggal dunia.
Sebelum
aku berpamitan untuk kembali ke Jakarta, ia telah menyiapkan lele goreng untuk
bekalku kembali ke Jakarta.
Terima
kasih ibuku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar