Hari Minggu pagi, aku berangkat dari depok ke Bogor. Aku naik
angkot. Ku tinggalkan mobil di garasi rumah. Sebelum berangkat, aku makan getuk, makanan yang terbuat dari singkong.
Wah, nikmatnya makanan ini! Banyak makanan enak di sekitarku, tapi makanan ini beda
rasanya.
Di dalam angkot, penumpang hanya aku sendirian. Tapi sopir tidak
mengeluh. Ia terus melaju kendaraannya. Tiba-tiba, ada rombongan ibu-ibu mau
pergi hajatan menghentikan angkot yang kutumpangi. Ternyata rezeki tak kemana. Angkot
langsung penuh.
Setengah jam kemudian sampailah aku di Terminal Parung. Aku turun dan
ganti angkot. Angkot yang kutumpangi kali ini menunggu agak lama. Ada seorang
kakek yang telah menjual sayur-mayur ke pasar. Ku lihat raut wajahnya tetap
sumringah. Dia terus mengobrol dengan sopir tentang mahalnya kebutuhan pokok,
panasnya udara, sampai politik negeri ini. Mereka membandingkan era sekarang
dengan jamannya pak Harto. Sampai-sampai ada stiker yang bergambar mantan
presiden Suharto dan bertuliskan, “piye
kabare? Isih enak jamanku to!”
Hari ini aku bersyukur. Tidak melihat ke atas terus. Seringlah melihat
ke bawah. Orang-orang di sekitar kita yang penuh gembira menjalani hidup. Meski
hidup sulit kita tetap bersyukur.
Setelah sampai bogor aku ganti naik ojek. Ku tanya ke tukang ojek,”Kalau
pergi ke rumah ini, berapa biayanya?” “Sepuluh ribu,” jawabnya. Ku tawar, “enam
ribu, ya!”. Ia mau dan langsung
mengantarkanku ke alamat yang kucari.
Setelah berputar-putar, akhirnya aku sampai ke rumah yang kutuju. Aku
minta tukang ojek untuk menunggu karena aku hanya punya keperluan sebentar. Tidak
kurang dari lima belas menit akhirnya aku naik ojek lagi dan kembali ke
pangkalan ojek semula.
Ternyata lokasi yang kutuju dekat. Setelah selesai aku membayar
12ribu. Tukang ojek senang sekali dan berulang-ulang mengucapkan terima kasih. Mungkin
pagi itu, ia lagi membutuhkan uang.
lanjutin ceritanya, papa sayang, menarik tuh hehe:)
BalasHapus