Sudah hampir sebulan, isteriku
meninggalkanku. Aku hanya ditemani semut, cicak, kecoak dan kucing. Setiap aku
mengetik suara cecak mengejekku. “Sendirian niye!” Ck… ck… ck!... Semut
berbaris mengelilingi kue pemberian orang tuaku. Aku hanya memakannya ketika
aku lapar. Ketika ke kamar mandi kecoa muncul menabrakku. “Minggiiiir!” Saat ke
luar rumah kucing menyambutku, meooong!.
Aku mengetik dengan laptop
berwarna pink dan memakai hp berwarna pink yang ditinggalkan isteriku. Warna pink
memang kesukaan isteriku. Hampir semua benda-benda miliknya berwarna pink.
Mulai dari sandal, celana, baju, selimut, bantal, bahkan kamarnya berwarna
pink. Untung giginya tidak ikut berwarna pink he… he… he….
Teringat waktu itu.
Aku mengijinkan isteriku
melanjutkan sekolahnya ke luar negeri. Itu memang cita-citanya sejak kecil.
Sebelum menikah, ia pernah berkata,” Aku akan pergi sekolah ke luar negeri.”
Tapi tahun ini baru kesampaian. Gara-gara temennya yang katanya minim prestasi mendapat beasiswa dari luar negeri.
Isteriku melanjutkan sekolahnya
di China, negara yang menganut sistem komunis. Tapi waktu aku pergi ke sana,
daerahnya kok bersih, jalannya lebar, kendaraan pribadi sedikit yang lewat, sistem
transportasi pakai kereta dan bus. Kalau masih dekat mereka pakai sepeda ontel
atau listrik. Negaranya maju. Banyak
pembangunan gedung-gedung megah. Benar-benar beda dengan Indonesia.
Mau sholat aku agak susah. Tidak
kujumpai mesjid atau mushola. Sholatnya di kamar hotel. Sebenarnya kalau di
taman ada pancuran, aku mau ambil air untuk wudhu. Ternyata tidak ada. Pekerja
merawat tanaman dengan menyemprot. Terpaksa wudhunya ta’yamum aja dan sholatnya
dijamak. Waktunya lebih cepat 1 jam dengan Indonesia. Seperti waktu Indonesia
bagian Tengah (WITA).
Ku lihat gedung-gedung menjulang
tinggi, berjajar, di kanan kiri jalan. Pada kesempatan pertama aku masuk gedung
Pusat Keuangan Dunia di Shanghai berlantai 101, Menara Jin Mao, dan Oriental
Pearl tower. Di tower ini aku melihat pemandangan kota Shanghai dari atas. Menakjubkan!
Selain itu aku melihat apartemen, hotel, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan
pusat hiburan.
Semua orang china berbahasa
mandarin dan banyak pula yang berbahasa inggris, tapi untuk memudahkan
komunikasi boleh bawa kamus. Aku membawa buku bahasa Indonesia-mandarin. Asal
ketemu orang sebut aja Ni hau! Yang artinya
Halo. Kalau mengucapkan terima kasih bilang Xie-xie.
Pada kesempatan kedua, aku masuk
restoran 50 yuan ( 1 Yuan setara Rp 1.885) sepuasnya. Aku memilih ikan, buah,
salad, dan kentang. Tempat ini ramai pengunjungnya. Sepanjang jalan orang lalu
lalang. Ada juga orang meminta barangnya dibeli. Mengejar turis. Dari restoran aku
masuk ke museum Shanghai berlantai 4. Ada keramik ratusan tahun lalu,
kaligrafi, patung, perahu, kain, dan lain-lain.
Pada kesempatan ketiga aku diajak naik kapal
cruise kecil di sungai Huangpu river. Pemandangan indah melihat gedung-gedung
bertingkat berdiri megah. Jika pemerintah Indonesia mau mengembangkan sungai-sungai
di Indonesia bisa dijadikan obyek wisata. Seperti Sungai Musi di Palembang,
Sungai Batanghari di Jambi, Sungai Kapuas di Kalimantan dan masih banyak lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar