Selasa, 01 Oktober 2013

REMEMBER MY WIFE (PART ONE)



 
Sudah hampir sebulan, isteriku meninggalkanku. Aku hanya ditemani semut, cicak, kecoak dan kucing. Setiap aku mengetik suara cecak mengejekku. “Sendirian niye!” Ck… ck… ck!... Semut berbaris mengelilingi kue pemberian orang tuaku. Aku hanya memakannya ketika aku lapar. Ketika ke kamar mandi kecoa muncul menabrakku. “Minggiiiir!” Saat ke luar rumah kucing menyambutku, meooong!.

Aku mengetik dengan laptop berwarna pink dan memakai hp berwarna pink yang ditinggalkan isteriku. Warna pink memang kesukaan isteriku. Hampir semua benda-benda miliknya berwarna pink. Mulai dari sandal, celana, baju, selimut, bantal, bahkan kamarnya berwarna pink. Untung giginya tidak ikut berwarna pink he… he… he….

Teringat waktu itu.

Aku mengijinkan isteriku melanjutkan sekolahnya ke luar negeri. Itu memang cita-citanya sejak kecil. Sebelum menikah, ia pernah berkata,” Aku akan pergi sekolah ke luar negeri.” Tapi tahun ini baru kesampaian. Gara-gara temennya yang katanya minim prestasi  mendapat beasiswa dari luar negeri.

Isteriku melanjutkan sekolahnya di China, negara yang menganut sistem komunis. Tapi waktu aku pergi ke sana, daerahnya kok bersih, jalannya lebar, kendaraan pribadi sedikit yang lewat, sistem transportasi pakai kereta dan bus. Kalau masih dekat mereka pakai sepeda ontel atau listrik.  Negaranya maju. Banyak pembangunan gedung-gedung megah. Benar-benar beda dengan Indonesia.

Mau sholat aku agak susah. Tidak kujumpai mesjid atau mushola. Sholatnya di kamar hotel. Sebenarnya kalau di taman ada pancuran, aku mau ambil air untuk wudhu. Ternyata tidak ada. Pekerja merawat tanaman dengan menyemprot. Terpaksa wudhunya ta’yamum aja dan sholatnya dijamak. Waktunya lebih cepat 1 jam dengan Indonesia. Seperti waktu Indonesia bagian Tengah (WITA).

Ku lihat gedung-gedung menjulang tinggi, berjajar, di kanan kiri jalan. Pada kesempatan pertama aku masuk gedung Pusat Keuangan Dunia di Shanghai berlantai 101, Menara Jin Mao, dan Oriental Pearl tower. Di tower ini aku melihat pemandangan kota Shanghai dari atas. Menakjubkan! Selain itu aku melihat apartemen, hotel, perkantoran, pusat perbelanjaan, dan pusat hiburan.

Semua orang china berbahasa mandarin dan banyak pula yang berbahasa inggris, tapi untuk memudahkan komunikasi boleh bawa kamus. Aku membawa buku bahasa Indonesia-mandarin. Asal ketemu orang sebut aja Ni hau! Yang artinya Halo. Kalau mengucapkan terima kasih bilang  Xie-xie.

Pada kesempatan kedua, aku masuk restoran 50 yuan ( 1 Yuan setara Rp 1.885) sepuasnya. Aku memilih ikan, buah, salad, dan kentang. Tempat ini ramai pengunjungnya. Sepanjang jalan orang lalu lalang. Ada juga orang meminta barangnya dibeli. Mengejar turis. Dari restoran aku masuk ke museum Shanghai berlantai 4. Ada keramik ratusan tahun lalu, kaligrafi, patung, perahu, kain, dan lain-lain.

Pada kesempatan ketiga aku diajak naik kapal cruise kecil di sungai Huangpu river. Pemandangan indah melihat gedung-gedung bertingkat berdiri megah. Jika pemerintah Indonesia mau mengembangkan sungai-sungai di Indonesia bisa dijadikan obyek wisata. Seperti Sungai Musi di Palembang, Sungai Batanghari di Jambi, Sungai Kapuas di Kalimantan dan masih banyak lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar