Indonesia
merupakan Negara yang berpotensi besar di bidang kekayaan alam. Kekayaan ini
tersebar dari darat dan laut dan dari Aceh sampai Papua. Kekayaan alam dapat
berupa hasil tambang batubara, minyak bumi, gas alam dan lain-lain. Kekayaan
laut meliputi ikan, kerang, biota laut, dan lain-lain. Kekayaan hutan meliputi
hutan tropis, hutan hayati, hutan holtikultura dan lain-lain. Kekayaan
perkebunan meliputi kelapa sawit, jati, kopra, dan lain-lain.
Untuk
mengatur kekayaan alam Indonesia mengelola dengan prinsip kerakyatan. Seperti
termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 1, ayat 2, dan ayat 3.
Ayat 1 berbunyi,”Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas
kekeluargaan.” Ayat 2 berbunyi,”Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.” Sedangkan
pada ayat 3 berbunyi,”Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat,”
Sesuai
dengan pasal 33 UUD 1945 tersebut kita ditugaskan untuk mengelola kekayaan alam
dengan sebaik-baiknya demi kepentingan rakyat. Hal ini sesuai dengan mukadimah
UUD 1945 yang menyebutkan tujuan Negara Indonesia untuk memajukan kesejahteraan
umum.
Pemerintah
telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara (BUMN). BUMN ini mengelola kekayaan Negara yang hasilnya untuk
meningkatkan perekonomian Negara. Pengelolaan oleh BUMN ini berasal dari
kekayaan Negara yang dipisahkan. Tujuan pemisahan kekayaan ini adalah agar
kekayaan Negara dikelola secara korporasi yang menguntungkan bagi Negara.
Negara dalam hal ini sebagai pemilik modal/pemegang saham. Kekayaan awal dari
BUMN berasal dari kekayaan Negara.
Kekayaan
Negara dipisahkan diatur dalam Undang-undang Nomor 17 tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, yaitu pasal 2 huruf g, Pasal 3 ayat 1, Pasal 6 ayat 2, dan
pasal 24 ayat 3. Pasal 2 huruf g berbunyi,”kekayaan Negara/kekayaan daerah yang
dikelola sendiri atau oleh pihak lain yang berupa uang, surat berharga,
piutang, barang atau hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/daerah. Pasal 3 ayat 1
berbunyi,”keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, tranparan dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Pasal 6 ayat 2 berbunyi,”kekuasaan
sebagaimana dimaksud ayat 1: a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan. Pasal 24
ayat 3 berbunyi,”Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
perusahaan Negara.
Pelaksanaan
kekayaan Negara dipisahkan berupa penyertaan modal pemerintah pada BUMN dan
Perusahaan Terbatas. Misalnya BP Migas yang pengelolaannya berdasarkan PP No.
42 tahun 2002 (sekarang diserahkan ke ESDM), Lembaga Penjamin Simpanan yang
pengelolaannya berdasar UU No 24 tahun 2004, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor
Impor yang pengelolaannya berdasar UU No. 2 tahun 2009. Selain tersebut di atas
ada lagi perusahaan Sarana Multi Infrastruktur, Sarana Multigriya Financial,
dan Penjamin Infrastruktur Indonesia.
Permasalahan
pengelolaan kekayaan Negara dipisahkan antara lain laporan pengelolaan LPS yang
belum tepat dan akurat, batas wewenang pengelolaan antara Kementerian Keuangan dengan
Kementerian ESDM, dan batas wewenang pengelolaan antara Kementerian Keuangan dengan
Kementerian BUMN.
Timbul
pertanyaan: Sejauhmana peran DJKN dalam pengelolaan kekayaan Negara dipisahkan?
Manfaat apa yang dapat diambil untuk kesejahteraan rakyat terhadap pengelolaan
itu? Kebijakan apa yang diambil oleh DJKN terhadap kekayaan Negara?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar