Rabu, 30 April 2014

SITA PERSAMAAN/PERBANDINGAN



Istilah sita persamaan dalam bahasa Belanda adalah Verge­lijkend beslag. Ada yang memakai istilah sita perbandingan, ada pula yang menerjemahkan dalam sita persama­an. Mahkamah Agung memakai istilah sita per­samaan.
Barang-barang yang telah disita dalam perkara pidana tidak dapat disita lagi dalam perkara perdata. Namun, atas objek barang dalam perkara perdata yang telah dibebankan penyitaan diatasnya dapat disita dalam perkara pidana, sehingga terdapat dua buah sita di atasnya, meski sita pidana didahulukan pemenuhannya dari sita perdata yang sekalipun sita pidana dijatuhukan kemudian.
Untuk perkara perdata, atas satu objek yang sama dapat dijatuhkan “sita” lebih dari satu kali, dengan istilah yang dikenal dalam hukum acara perdata sebagai “Sita Persamaan”, semisal sita jaminan atas agunan kredit.
Sita yang diletakkan tersebut oleh Jurusita menjadi dikualifikasikan sebagai Sita Persamaan (Vergelijken Beslag) berdasarkan Pasal 463 RV, yang berbunyi: "Apabila juru sita akan melakukan penyitaan dan menemukan barang-barang yang akan disita sebelumnya telah disita, maka juru sita tidak dapat melakukan penyitaan lagi. Namun juru sita mempunyai wewenangan untuk mempersamakan barang-barang yang disita dengan Berita Acara Penyitaan yang harus diperlihatkan oleh tersita kepadanya. Juru sita kemudian dapat menyita barang-barang yang tidak disebut dalam Berita Acara itu dan segera kepada penyita pertama untuk menjual barang-barang tersebut secara bersamaan dalam waktu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 466 Rv. Berita Acara sita persamaan ini berlaku sebagai .sarana pencegahan hasil lelang kepada penyita pertama".
Sita persamaan tidak diatur dalam HIR maupun R.Bg, tetapi diatur dalam Pasal 463 Rv yang mengatur tentang eksekusi barang bergerak. namun demikina telah berkemabnag dalam praktek bahwa sita persamaan itu dapat saja dilakukan terhadap barang tidak bergerak, yang tata caranya mengikuti ketentuan dalam Pasal 463 Rv
Sita persamaan barang tidak bergerak harus dilaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional atau Kelurahan setempat.
Apabila sita jaminan (sita jaminan utama) telah menjadi sita eksekutorial dilelang atau sudah dieksekusi riil, maka sita persamaan dengan sendirinya menjadi hapus demi hukum. Namun apabila sita jaminan (sita jaminan utama) dicabut atau dinyatakan tidak berkuatan hukum, maka sita persamaan sesuai dengan urutannya menjadi sita jaminan (sita jaminan utama). (Sumber:- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata  Umum dan Perdata Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2008, hlm. 419-422 ).
Ketentuan yang hampir serupa terdapat dalam pasal 11 (12) Undang-undang PUPN, Undang­-undang No. 49 tahun 1960, yang berbunyi sebagai berikut:
-         Atas barang yang terlebih dahulu disita untuk orang lain yang berpiutang tidak dapat dilakukan penyitaan. Jika jurusita men­dapatkan barang yang demikian, ia dapat rnemberikan salinan putusan Surat paksa sebelum tanggal penjualan tersebut kepada Hakim Pengadilan Negeri, yang selanjutnya menentukan, bahwa penyitaan yang dilaku­kan atas barang itu akan juga dipergunakan sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut Surat Paksa.
-         Apabila setelah dilakukan penyitaan, tetapi sebelum dilakukan penjualan barang yang disita diajukan permintaan untuk melak­sanakan suatu putusan Hakim yang diaju­kan terhadap penanggung hutang kepada Negara, maka penyitaan yang telah dilaku­kan itu dipergunakan juga sebagai jaminan untuk pembayaran hutang menurut putusan Hakim itu dan Hakim Pengadilan Negeri jika perlu memberi perintah untuk melan­jutkan penyitaan atas sekian banyak ba­rang yang belum disita terlebih dahulu, sehingga akan dapat mencukupi untuk membayar jumlah uang menurut putusan­putusan itu dan biaya penyitaan lanjutan itu.
Dalam hal yang dimaksud dalam ayat-ayat (1) dan (2)2, Hakim Pengadilan Negeri menen­tukan cara pembagian hasil penjualan antara pelaksana dan orang yang berpiutang, sete­lah mengadakan pemeriksaan atau mela­kukan panggilan selayaknya terhadap pe­nanggung hutang kepada Negara, pelak­sana dan orang yang berpiutang.
Pelaksanaan dan orang yang berpiutang yang menghadap atas panggilan termaksud dalam ayat (3), dapat minta banding pada Pengadilan Tinggi atas penentuan pembagi­an tersebut.
Segera setelah putusan tentang pembagian tersebut mendapat kekuatan pasti, maka Hakim Pengadilan Negeri mengirimkan suatu daftar pembagian kepada juru lelang atau orang yang ditugaskan melakukan pen­jualan umum untuk dipergunakan sebagai dasar pembagian uang penjualan.
Oleh karena pasal tersebut berhubungan dengan penyitaan yang dilakukan oleh PUPN, maka jelas­lah pula, bahwa sita tersebut adalah sita ekse­kusi dan bukan sita jaminan. Obyek yang disita bisa barang bergerak dan bisa barang tidak ber­gerak..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar