Satu keluarga sedang mudik
ke kampung halaman. Seharusnya perjalanannya menyenangkan. Karena gara-gara
anggota keluarga asyik dengan HP masing-masing, perjalanannya menjadi
terganggu.
Jalan ke Yogya memang
jalannya lurus. Kita akan melewati Purwokerto, Kebumen, Purworejo.Kulon Progo, dan
Wates. Tentu ada papan petunjuk jalan yang harus diperhatikan.
“Ada papan petunjuk, kita ke
arah mana, ya?” Tanya orang yang menyopir. “Luruuus!” jawabnya.
Ketika telah menempuh jarak
15 km, ada papan petunjuk lagi. “Ke arah mana kita?” Tanya orang yang menyopir.
“Luruus!” jawabnya sambil memainkan handphone dengan asyiknya.
Ketika jarak 40 km ada papan
petunjuk lagi. “Ke arah mana kita?” Tanya orang yang menyopir. Dengan geram ia
menjawab dengan ketus, lurus saja!”. Kenapa kamu menanyakan hal itu,
berulang-ulang.
“Dulu ketika handponemu
tidak secanggih ini, kamu terus memandu jalan. Lurus Purworejo. Kiri jalan
arlternatif, kanan Pantai Ayah. Setiap ada petunjuk, kamu baca. Saya sabar mendengarkannya.
Tetapi sekarang setelah mempunyai handphone bagus, engkau asyik dengan handphonemu
itu,” sergah pernyataan sopir itu.
Sejak adanya ponsel membanjiri kita di
mana-mana, pola komunikasi sebagian pemakai HP berubah. Ada semacam pergeseran
komunikasi besar yang terjadi di masyarakat. Kita makin asyik bicara dengan
yang jauh dan mengabaikan orang di samping kita.
Sebulan
yang lalu saya pulang ke kampung di daerah Yogya. Saya melihat satu keluarga
dalam mobil asyik bicara dengan ponsel masing-masing. Tentang lagu, pekerjaan, asmara,
small talk, dan seterusnya.
Setelah
percakapan telepon berhenti, si perempuan itu memencet nomor baru. Bicara lagi.
Saudara-saudaranya pun melakukan hal yang sama. Bicara dengan teman yang jauh
di seberang sana.
Saya
asyik menyopir sembari menikmati pemandangan yang kiri dan kanan jalan. keluarga
yang duduk satu meja, berdekatan, itu tidak terlihat omong-omong di antara
mereka. Lebih suka sibuk dengan ponselnya sendiri-sendiri.
Saya
bayangkan orang itu bertemu dengan temannya. Akankah mereka omong-omong,
diskusi, tukar pikiran? Saya ragu. Budaya seluler sudah mengubah pola interaksi
dan komunikasi antarmanusia modern.
Maka,
saya bayangkan orang itu, meski nyaris berdekatan dengan temannya, ia akan
pencet nomor hape untuk bicara dengan orang jauh. Sang teman pun akan melakukan
ritual yang sama. Kedekatan fisik tak lagi mendorong komunikasi.
Sampai mana ini kan terjadi?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar