“Sejak
aku datang, ibuku menjadi tidak gampang marah,” kata kakakku. Aku hanya menjadi
pendengar yang baik untuk ibuku. Ibuku menceritakan perbedaan antara anak
sekarang dengan anak dahulu. Anak dahulu selalu mematuhi perintah orang tua, memasak
air, membantu pekerjaan, dan menjaga adik-adiknya. Berbeda dengan anak
sekarang. Ia inginnya main dari pagi hingga sore, membantah orang tua, dan
malas membantu orang tua.
Aku
terus mendengarkan cerita ibuku. Aku tahu bahwa orang tua ingin didengar omongannya.
Sesekali ibuku tertawa mengenang ketika aku nakal waktu kecil. Aku minta
dibelikan martabak, wayang, dan pistol mainan. Ibuku selalu membelikan
keinginanku meski harus berjualan sayuran.
Malam
mulai menyelimuti. Ibuku ingin istirahat. Ia minta diambilkan air minum.
Kuambilkan air lalu kuberikan. Lalu, kupijit kakinya hingga ibuku tertidur.
Pagi
hari
Ku
merebus air untuk diminum. Maklum air melimpah di desa. Tak ada gas. Yang ada
kayu bakar. Berbeda dengan di kota air minum tinggal pencet. Tidak perlu rebus
air. Kalau masak tinggal nyalakan gas. Tapi itu indahnya hidup di desa. Tak
terpengaruh harga gas elpiji dan tak harus bayar PAM.
Makan
seadanya. Aku makan ikan yang berasal dari danau. Nikmat sarapan dimakan
sekeluarga. Ibuku hanya makan lontong, pisang, dan roti. Beberapa belakangan
ini ibuku mulai mengurangi nasi dan ikan.
Aku
pulang menjenguk ibuku terinpirasi dari kisah seorang pemuda pada zaman nabi
sulaiman.
Nabi
Sulaiman adalah anak kepada Nabi Daud A.S. Sejak kecil lagi Nabi Sulaiman sudah
pandai memberi pendapat yang adil dalam satu-satu hal. Setelah wafatnya Nabi
Daud, Nabi Sulaiman membesarkan kerajaan di bawah pimpinannya. Pada suatu hari,
Nabi Sulaiman mengadakan perjalanan bersama rombongannya yang terdiri daripada
manusia dan jin. Tujuannya adalah untuk melihat kebesaran Allah S.W.T.
Perjalanan
mereka pun tiba di tepi laut, tiba-tiba Nabi Sulaiman terpandang suatu benda
yang menakjubkan di dalam laut. Dia memerintahkan pada jin Ifrit, “Wahai
Ifrit, kamu lihat ke dalam laut, ada
suatu benda yang menakjubkan aku, oleh itu kamu bawakan ia kemari”. Jin Ifrit
yang sememangnya gagah tak banyak bercakap kerana takut akan murka Nabi
Sulaiman dan terus menyelam ke dasar laut, namun dia tidak berjumpa apa-apa. Sulaiman menyuruh
jin yang lain menyelam untuk mendapatkan benda terbabit, namun malangnya jin
tersebut pun gagal berbuat demikian. Akhirnya Nabi Sulaiman pun berkata kepada
Ashif bin Barkhiya, yakni orang yang mendapat ilmu terus dari Allah, “Sekarang
aku perintahkan kepadamu agar pergi ke laut dan dapatkan benda ajaib yang aku
maksudkan”. Ashif bin Barkhiya pun menyelam dan terlihat suatu benda yang
menyerupai kubah yang diperbuat dari kapur putih.
Dengan
kekuatan yang luar biasa, Ashif bin Barkhiya membawa naik kubah ajaib tersebut
dari dasar laut dan mempersembahkan kepada Nabi Sulaiman. Apabila Nabi Sulaiman
melihat kubah itu dan berkata, “Wah, alangkah indahnya benda ini, tapi
mengapakah aku tidak dapat melihat isi kandungan dalam benda ini padahal Allah
telah memberikan mukjizat yang mana penglihatanku dapat menembusi segala
sesuatu”.
Nabi
Sulaiman pun berdoa kepada Allah supaya dia dapat melihat isi di dalam kubah
berkenaan dan Allah memperkenankan doanya. Sejurus selepas berdoa, maka
terbukalah kubah tersebut dan Nabi Sulaiman melihat ada seorang pemuda yang
sedang sujud dan bertasbih memuji Allah. Nabi Sulaiman lalu berkata, “Maha suci
Allah lagi Maha Besar”. Mendengar seruan Nabi Sulaiman, maka pemuda itu pun
bangun dari sujud lalu memberi salam.
Nabi
Sulaiman menjawab salam dan memulakan pertanyaan, “Siapakah kamu wahai pemuda!
Adakah kamu malaikat, jin atau pu manusia?” Jawab pemuda itu, “Aku hanyalah
seorang manusia biasa”. Nabi Sulaiman bertanya lagi, “Apakah yang membuat kamu
memperolehi kemuliaan sedemikian rupa? Apakah amal yang pernah engkau kamu
lakukan sehingga Allah menurunkan rahmat dan berkah yang tidak ternilai ini
kepada kamu?” Pemuda itu berkata, “Saya berbakti kepada kedua ayah dan ibuku”.
Nabi
Sulaiman bertanya lagi, “Bagaimanakah kamu berbakti kepada orang tuamu?” Jawab
pemuda itu, “Saya memelihara mereka berdua sehingga mereka lanjut usia. Kedua
ayah dan ibuku adalah orang yang soleh, mereka sangat takut dan taat kepada
Allah. Sejak saya kecil hingga dewasa, mereka memelihara saya dengan baik
sekali, mereka juga selalu mendoakan saya agar saya menjadi seorang yang soleh.
Bapa saya meninggal dunia dalam usia lanjut dalam pemeliharaan saya dan yang
tinggal hanya ibu saya yang sudah tua, lemah dan sakit serta matanya buta dan
kakinya lumpuh”.
Sambung
pemuda itu lagi, “Saya satu-satunya orang yang merawat dan menguruskan keperluannya.
Saya selalu mengangkatnya untuk mandi dan saya memandikannya. Segala urusan
makan dan minum saya uruskan dan sayalah yang menyuap makanan padanya. Ibu saya
selalu mendoakan supaya saya dikurniakan ketenangan dan kepuasan dalam hidup
serta memberikan saya setelah wafatnya sebuah tempat yang bukan di dunia atau
pun di langit. Setelah ibu saya wafat, saya berjalan-jalan di tepi laut dan
saya lihat ada suatu kubah dari mutiara. Saya mendekati kubat tersebut dan
pintu kubah terbuka. Apabila saya masuk ke dalam, pintu kubah ini tertutup,
maka tidaklah saya ketahui sama ada saya berada di bumi atau langit”.
Nabi
Sulaiman bertanya, “Kamu hidup di zaman mana?” Pemuda itu menjawab, “Saya hidup
di zaman Nabi Ibrahim”. Nabi Sulaiman
mengirakan umur pemuda tersebut dan dalam kiraannya umur pemuda itu telah
mencapai 14,000 tahun, tetapi tiada satu uban pun pada rambutnya. Nabi Sulaiman
lalu bertanya, “Apakah tuan merasakan nikmat Allah? Bagaimana Allah memberikan
rezeki padamu dalam kubah ini?” Pemuda itu berkata, “Setelah saya berada di
dalam kubah ini, maka tahulah saya bahawa Allah telah menciptakan syurga khusus
buat saya”.
Nabi
Sulaiman sangat ingin melihat surga yang pemuda itu katakan. Kemudian pemuda
itu pun berdoa kepada Allah lalu susana di dalam kubah yang gelap tiba-tiba
bertukar menjadi terang-benderang. Terkejut Nabi Sulaiman sambil berkata, “Maha
suci Allah seru sekian alam”. Satu pemandangan yang tak ada di dunia ini
terpampang di hadapan Nabi Sulaiman dan rombongannya di mana terdapat
pokok-pokok, kebun yang indah, kolam air susu dan madu serta suara-suara yang
merdu di dalamnya.
Pemuda
itu berkata, “Jika saya lapar, saya makan bermacam-macam buah-buahan yang
pelbagai macam cita rasa, semua makanan yang saya ingin akan tersedia dan kalau
saya haus, akan tersedia pula bermacam-macam jenis minuman yang paling lazat”.
Nabi Sulaiman bertanya lagi, “bagaimana kamu dapat mengetahui siang atau
malam?” Jawab pemuda itu, “Apabila terbit fajar maka kubah ini akan menjadi
putih dan apabila matahi terbenam kubah ini akan menjadi gelap”. Kata pemuda
itu lagi, “Cukuplah, sebab saat ini saya harus mengadap kembali pada Allah
untuk solat, bertasbih dan
mesucikan serta memuji kebesaranNya”.
Nabi
Sulaiman dan rombongannya segera keluar dari kubah tersebut dan pemuda
itu berdoa kepada Allah, lalu tertutuplah kembali kubah itu. Nabi Sulaiman termenung
sejenak memikirkan peristiwa yang dilihatnya sebentar tadi dan mengarahkan
Ashif bin Barkhiya untuk membawa kubah tersebut kembali ke dalam laut di tempat
asalnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar