Rabu, 15 Januari 2014

MY MOTHER



“Sejak aku datang, ibuku menjadi tidak gampang marah,” kata kakakku. Aku hanya menjadi pendengar yang baik untuk ibuku. Ibuku menceritakan perbedaan antara anak sekarang dengan anak dahulu. Anak dahulu selalu mematuhi perintah orang tua, memasak air, membantu pekerjaan, dan menjaga adik-adiknya. Berbeda dengan anak sekarang. Ia inginnya main dari pagi hingga sore, membantah orang tua, dan malas membantu orang tua.

Aku terus mendengarkan cerita ibuku. Aku tahu bahwa orang tua ingin didengar omongannya. Sesekali ibuku tertawa mengenang ketika aku nakal waktu kecil. Aku minta dibelikan martabak, wayang, dan pistol mainan. Ibuku selalu membelikan keinginanku meski harus berjualan sayuran.

Malam mulai menyelimuti. Ibuku ingin istirahat. Ia minta diambilkan air minum. Kuambilkan air lalu kuberikan. Lalu, kupijit kakinya hingga ibuku tertidur.

Pagi hari
Ku merebus air untuk diminum. Maklum air melimpah di desa. Tak ada gas. Yang ada kayu bakar. Berbeda dengan di kota air minum tinggal pencet. Tidak perlu rebus air. Kalau masak tinggal nyalakan gas. Tapi itu indahnya hidup di desa. Tak terpengaruh harga gas elpiji dan tak harus bayar PAM.

Makan seadanya. Aku makan ikan yang berasal dari danau. Nikmat sarapan dimakan sekeluarga. Ibuku hanya makan lontong, pisang, dan roti. Beberapa belakangan ini ibuku mulai mengurangi nasi dan ikan.

Aku pulang menjenguk ibuku terinpirasi dari kisah seorang pemuda pada zaman nabi sulaiman.

Nabi Sulaiman adalah anak kepada Nabi Daud A.S. Sejak kecil lagi Nabi Sulaiman sudah pandai memberi pendapat yang adil dalam satu-satu hal. Setelah wafatnya Nabi Daud, Nabi Sulaiman membesarkan kerajaan di bawah pimpinannya. Pada suatu hari, Nabi Sulaiman mengadakan perjalanan bersama rombongannya yang terdiri daripada manusia dan jin. Tujuannya adalah untuk melihat kebesaran Allah S.W.T.

Perjalanan mereka pun tiba di tepi laut, tiba-tiba Nabi Sulaiman terpandang suatu benda yang menakjubkan di dalam laut. Dia memerintahkan pada jin Ifrit, “Wahai Ifrit,  kamu lihat ke dalam laut, ada suatu benda yang menakjubkan aku, oleh itu kamu bawakan ia kemari”. Jin Ifrit yang sememangnya gagah tak banyak bercakap kerana takut akan murka Nabi Sulaiman dan terus menyelam ke dasar laut, namun dia tidak berjumpa apa-apa. Sulaiman menyuruh jin yang lain menyelam untuk mendapatkan benda terbabit, namun malangnya jin tersebut pun gagal berbuat demikian. Akhirnya Nabi Sulaiman pun berkata kepada Ashif bin Barkhiya, yakni orang yang mendapat ilmu terus dari Allah, “Sekarang aku perintahkan kepadamu agar pergi ke laut dan dapatkan benda ajaib yang aku maksudkan”. Ashif bin Barkhiya pun menyelam dan terlihat suatu benda yang menyerupai kubah yang diperbuat dari kapur putih.

Dengan kekuatan yang luar biasa, Ashif bin Barkhiya membawa naik kubah ajaib tersebut dari dasar laut dan mempersembahkan kepada Nabi Sulaiman. Apabila Nabi Sulaiman melihat kubah itu dan berkata, “Wah, alangkah indahnya benda ini, tapi mengapakah aku tidak dapat melihat isi kandungan dalam benda ini padahal Allah telah memberikan mukjizat yang mana penglihatanku dapat menembusi segala sesuatu”.

Nabi Sulaiman pun berdoa kepada Allah supaya dia dapat melihat isi di dalam kubah berkenaan dan Allah memperkenankan doanya. Sejurus selepas berdoa, maka terbukalah kubah tersebut dan Nabi Sulaiman melihat ada seorang pemuda yang sedang sujud dan bertasbih memuji Allah. Nabi Sulaiman lalu berkata, “Maha suci Allah lagi Maha Besar”. Mendengar seruan Nabi Sulaiman, maka pemuda itu pun bangun dari sujud lalu memberi salam.

Nabi Sulaiman menjawab salam dan memulakan pertanyaan, “Siapakah kamu wahai pemuda! Adakah kamu malaikat, jin atau pu manusia?” Jawab pemuda itu, “Aku hanyalah seorang manusia biasa”. Nabi Sulaiman bertanya lagi, “Apakah yang membuat kamu memperolehi kemuliaan sedemikian rupa? Apakah amal yang pernah engkau kamu lakukan sehingga Allah menurunkan rahmat dan berkah yang tidak ternilai ini kepada kamu?” Pemuda itu berkata, “Saya berbakti kepada kedua ayah dan ibuku”.

Nabi Sulaiman bertanya lagi, “Bagaimanakah kamu berbakti kepada orang tuamu?” Jawab pemuda itu, “Saya memelihara mereka berdua sehingga mereka lanjut usia. Kedua ayah dan ibuku adalah orang yang soleh, mereka sangat takut dan taat kepada Allah. Sejak saya kecil hingga dewasa, mereka memelihara saya dengan baik sekali, mereka juga selalu mendoakan saya agar saya menjadi seorang yang soleh. Bapa saya meninggal dunia dalam usia lanjut dalam pemeliharaan saya dan yang tinggal hanya ibu saya yang sudah tua, lemah dan sakit serta matanya buta dan kakinya lumpuh”.

Sambung pemuda itu lagi, “Saya satu-satunya orang yang merawat dan menguruskan keperluannya. Saya selalu mengangkatnya untuk mandi dan saya memandikannya. Segala urusan makan dan minum saya uruskan dan sayalah yang menyuap makanan padanya. Ibu saya selalu mendoakan supaya saya dikurniakan ketenangan dan kepuasan dalam hidup serta memberikan saya setelah wafatnya sebuah tempat yang bukan di dunia atau pun di langit. Setelah ibu saya wafat, saya berjalan-jalan di tepi laut dan saya lihat ada suatu kubah dari mutiara. Saya mendekati kubat tersebut dan pintu kubah terbuka. Apabila saya masuk ke dalam, pintu kubah ini tertutup, maka tidaklah saya ketahui sama ada saya berada di bumi atau langit”.

Nabi Sulaiman bertanya, “Kamu hidup di zaman mana?” Pemuda itu menjawab, “Saya hidup di zaman Nabi Ibrahim”. Nabi Sulaiman mengirakan umur pemuda tersebut dan dalam kiraannya umur pemuda itu telah mencapai 14,000 tahun, tetapi tiada satu uban pun pada rambutnya. Nabi Sulaiman lalu bertanya, “Apakah tuan merasakan nikmat Allah? Bagaimana Allah memberikan rezeki padamu dalam kubah ini?” Pemuda itu berkata, “Setelah saya berada di dalam kubah ini, maka tahulah saya bahawa Allah telah menciptakan syurga khusus buat saya”.

Nabi Sulaiman sangat ingin melihat surga yang pemuda itu katakan. Kemudian pemuda itu pun berdoa kepada Allah lalu susana di dalam kubah yang gelap tiba-tiba bertukar menjadi terang-benderang. Terkejut Nabi Sulaiman sambil berkata, “Maha suci Allah seru sekian alam”. Satu pemandangan yang tak ada di dunia ini terpampang di hadapan Nabi Sulaiman dan rombongannya di mana terdapat pokok-pokok, kebun yang indah, kolam air susu dan madu serta suara-suara yang merdu di dalamnya.

Pemuda itu berkata, “Jika saya lapar, saya makan bermacam-macam buah-buahan yang pelbagai macam cita rasa, semua makanan yang saya ingin akan tersedia dan kalau saya haus, akan tersedia pula bermacam-macam jenis minuman yang paling lazat”. Nabi Sulaiman bertanya lagi, “bagaimana kamu dapat mengetahui siang atau malam?” Jawab pemuda itu, “Apabila terbit fajar maka kubah ini akan menjadi putih dan apabila matahi terbenam kubah ini akan menjadi gelap”. Kata pemuda itu lagi, “Cukuplah, sebab saat ini saya harus mengadap kembali pada Allah untuk solat, bertasbih dan mesucikan serta memuji kebesaranNya”.

Nabi Sulaiman dan rombongannya segera keluar dari kubah tersebut  dan pemuda itu berdoa kepada Allah, lalu tertutuplah kembali kubah itu. Nabi Sulaiman termenung sejenak memikirkan peristiwa yang dilihatnya sebentar tadi dan mengarahkan Ashif bin Barkhiya untuk membawa kubah tersebut kembali ke dalam laut di tempat asalnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar