Di jembatan
penyebrangan Setia Budi Jakarta Selatan, kulihat orang seusia setengah abad
sedang tertatih-tatih berjalan. Sesekali berhenti kemudin ia melanjutkan lagi. Kaki
kirinya ia seret dalam berjalan. Kaki kanannya menopang kaki kirinya. Ia terus
menaiki tangga penyeberangan.
Muncul gerobak bubur
mengikutinya dari belakang. Gerobak berat meliuk-liuk didorong oleh dua orang.
Mereka hampir menabrak orang tua itu. Ku ingin menolongnya. Tapi, orang itu
hanya tersenyum. Satu demi satu orang melewatinya, termasuk gerobak bubur. Tiba
giliranku. Ku ingin sekali menolongnya. Tapi ia hanya tersenyum. Ku menyapanya.
Ia membalasnya. “Permisi pak!”
“Silakan!” jawabnya.
Di halte ku menunggu
bus yang belum datang. Aku duduk. Ku lihat bapak tadi yang tertatih-tatih
akhirnya sampai juga ke halte. Ku persilahkan duduk. Tapi, ia menolaknya.
Beberapa kali aku membujuknya tetap ia tak mau.
Bus datang tapi cukup
penuh. Sebagian penumpang naik. Tetapi bapak itu tidak naik. Tiba giliran bus berikutnya,
kami naik. Kami bertemu di bus. Ternyata duduk satu deret. Saya berkenalan. Pak
Rudi, namanya. Kakinya ternyata tak sempurna. tapi semangat kerjanya luar
biasa.
Ia bekerja sebagai
inputer, orang yang kerjanya menginput data ke computer. Satu minggu ia bisa mengerjakan 20-30 halaman. Satu
halaman dihargai Rp20.000. Jadi satu minggu ia menerima 400.000-600.000.
sebulan Rp.1600.000-Rp2.400.000.
Ia tidak meminta
anak-anaknya. Ia mandiri. Kalau bisa ia memberi kepada anak dan cucunya. Luar
biasa. Meski ia tak sempurna, tetapi mengalahkan orang yang tubuhnya sempurna.