Oleh:
Mulyadi, SH, MM*
“Try not to become a man of
success,
but rather try to become a man of value.”
but rather try to become a man of value.”
Pepatah
dari Albert Einstein di atas selalu melekat dalam ruang bawah sadar saya, yang
sesekali muncul sebagai pengingat bahwa menjadi orang yang sukses itu penting,
tetapi menjadi orang yang bernilai/berguna jauh lebih penting. Sukses kerap
dianalogikan sebagai ‘mendapatkan
sesuatu’, sedangkan bernilai justru ‘memberikan sesuatu’. Meskipun tidak selalu
berlaku dalam semua kondisi, dalam banyak kasus ‘memberi’ lebih berkonotasi
positif dibanding ‘mendapatkan’. Sebab
dengan memberi, mendapatkan itu pasti, meski mungkin perlu proses dan waktu
yang panjang.
Sebagai
ilustrasi, ketika seorang staf tidak berada di posisi dan jabatan tinggi, atau
ia mendapat gaji yang bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,
namun bila ia bekerja dengan sepenuh hati, reward
yang sepadan pun niscaya akan didapatkan. Mungkin ia tidak sukses secara
materi, gajinya sama saja dengan ribuan pegawai lainnya, tetapi ia berhasil
mendapatkan hal-hal yang jauh lebih berharga dari segala hal yang bersifat
kuantitatif, yaitu respek dari rekan-rekan kerja, kepercayaan dari atasan, rasa
hormat dari bawahan, serta kepuasan batin karena telah bekerja dengan optimal. Sebagaimana
orang bijak menyebutkan, “orang paling bahagia adalah dia yang menemukan
pekerjaan yang dicintainya”. Tidak masalah seberat apapun pekerjaan kita,
apabila sudah bertekad untuk melakukan yang terbaik, kita akan selalu bisa
menemukan hal-hal menyenangkan di dalamnya.
Dalam
menjalani pekerjaan sehari-hari, kerapkali kita merasakan jenuh di kantor.
Ternyata ini bisa menjadi indikasi sederhana bahwa seseorang belum melakukan
yang terbaik. Orang yang bekerja sepenuh hati, tak akan punya waktu untuk
merasakan kejenuhan, sebab ia tahu pasti, sekecil apapun tugas selalu memiliki
arti penting. Tak ada hasil besar tanpa hal-hal kecil. Orang yang menyepelekan
hal-hal kecil, akan mudah jenuh sehingga sulit baginya membuat prestasi dan
pencapaian yang berarti.
Itulah
sebabnya, ketika Juli tahun 2011 Kementrian Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu)
merumuskan konsep nilai untuk diberlakukan di seluruh jajaran birokrasi, seakan
angin segar telah berhembus. Memasuki ruang-ruang jiwa yang haus akan suntikan
semangat, memasuki ruang-ruang kerja yang nyaman namun seringkali menjenuhkan
karena si penghuni tidak memiliki passion
yang cukup akan pekerjaan mereka. Inilah awal dari gairah baru yang akan
mengaliri segenap ruh pegawai Kementrian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal
Kekayaan Negara (DJKN) di mana saya menjadi bagian di dalamnya.
ZOMBIE DAN RUTINITAS KERJA
“Jack, what were you thinking? Were
you paying any attention to your work?”
“Sorry, Boss. I must have become a
work zombie.”
Percakapan
di atas bukan tidak mungkin terjadi di kantor kita. Seseorang begitu sibuknya
melamun, mondar-mandir, main game,
atau ngobrol hingga pekerjaannya sendiri tidak tersentuh. Ia sama sekali
kehilangan minat dan atensi untuk menyelesaikan tugas, bahkan untuk sekedar
mengetik judul laporan rasanya amat berat. Ia seakan ‘kehilangan kesadaran’
tentang untuk apa berada di kantor, dan ini berlangsung selama berjam-jam atau
bahkan seharian. Ia diam atau tampak sibuk tetapi tidak produktif sama sekali.
Ini terjadi karena ia merasa tak punya masa depan di perusahaan atau organisasi
tempatnya bekerja. Menjadi robot atau
zombie di tempat kerja adalah jalan yang tanpa sadar telah dipilihnya.
Kalau
boleh jujur, sebagai seorang staf, bagi saya pun ada saat-saat bekerja terasa
sebagai rutinitas belaka. Bangun pagi pulang malam, tak menyisakan apapun
kecuali kelelahan. Bekerja hanya menunggu tanggal gajian, itu pun uang gaji
hanya ibarat numpang lewat, tak bisa memenuhi kebutuhan hidup kecuali hanya
pas-pasan saja. Berangkat ke kantor kerapkali karena harus, bukan karena ingin.
Sepuluh tahun bekerja, rasanya lebih sering terucap kalimat ‘I HAVE to work’ daripada ‘I WANT to work’. Dan saya percaya, saya tidak sendirian. Setiap
pagi ada ribuan orang lainnya melakukan hal yang sama. Berjalan menuju kantor
dengan ekspresi wajah yang sama. Datar, tanpa semangat, karena tiap hari harus
melakukan itu-itu saja. Wajah-wajah yang sepuluh tahun lalu dipenuhi gairah
saat menginjakkan kaki ke kantor untuk yang pertama kalinya, kini perlahan telah
berubah menjadi ‘zombie’ –makhluk yang bergerak tanpa nyawa, dengan antusiasme
hidup yang seakan tercerabut. Kemanakah larinya ekspresi yang dulu penuh harapan
itu? Kecuali mendekati akhir pekan atau hari libur, semua orang tampaknya
mengucapkan “I hate workdays”.
Konsep
nilai yang dirumuskan Kementrian Keuangan, ibarat wake up call yang membangunkan jiwa dari tidur yang panjang.
Menjadi alarm yang berkumandang keras, menyeru pribadi-pribadi yang telah
menjadi zombie karena kungkungan rutinitas, untuk menjadi manusia yang kembali ‘hidup dan bernapas’.
Konsep
nilai yang dirumuskan Kementerian Keuangan mampu mengembalikan kata ‘harapan’
yang menjadi alasan bagi kita untuk tetap hidup dan berjuang. Apa gunanya hidup
tanpa harapan? Kehilangan harapan sama dengan kehilangan kehidupan itu sendiri.
Seperti yang selama ini saya baca di kertas mungil berisi quotes yang menghiasi meja kerja saya: kehilangan uang adalah
kehilangan yang besar, kehilangan teman adalah kehilangan lebih besar, dan
kehilangan harapan adalah kehilangan segala-galanya.
Konsep
nilai yang dirumuskan Kementerian Keuangan juga mengingatkan saya akan makna ‘the man of value’ yang sesungguhnya. Yaitu manusia yang bernilai, yang lebih mengutamakan tindakan memberi
daripada menerima. Memberi yang terbaik untuk organisasi, mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi,
menebarkan semangat dan inspirasi melalui kinerja yang semakin membaik dari
hari ke hari. Tidak berebut materi dan kedudukan, sebab ia tahu semua itu bisa
dicapai hanya melalui kerja keras dan ketulusan.
Konsep
nilai Kemenkeu yang telah diterapkan selama satu tahun ini, telah berhasil
menciptakan perubahan positif khususnya pada diri saya sendiri, sama baiknya
dengan perubahan positif yang saya lihat dalam tubuh DJKN secara keseluruhan.
ANTARA NILAI DAN BUDAYA ORGANISASI
Saya
memahami bahwa nilai-nilai (values)
dapat diartikan sebagai konsep yang mendeskripsikan keyakinan seseorang atau sekelompok
orang. Seperangkat nilai dapat terbentuk menjadi sebuah sistem nilai. Sederhananya,
apabila nilai-nilai dianut oleh sekelompok orang dalam jangka panjang, maka akan
membentuk karakter kelompok tersebut dan kemudian menjadi budaya kelompok atau
budaya organisasi. Dalam jangka panjang berikutnya, budaya organisasi akan pula
mempengaruhi nilai-nilai individu yang tergabung di dalamnya.
Konsep
nilai yang dirumuskan Kemenkeu merupakan langkah awal yang baik dalam membangun
budaya organisasi yang positif. Kita tahu bahwa nilai-nilai individu para
pegawai berbeda atau bervariasi satu dengan yang lain, sebagai bawaan dari
lingkungan pribadi atau masa lalunya. Dengan menetapkan konsep nilai di jajaran
Kemenkeu, guidance bagi para individu
pegawai ini pun terbentuk. Tidak hanya
demi terciptanya suasana kerja yang nyaman, produktivitas kerja yang tinggi,
tetapi juga membangun kualitas diri individu itu sendiri. Bila nilai-nilai
positif ini sudah diterapkan oleh para individu pegawai, maka dengan sendirinya
akan membentuk karakter/perilaku kelompok yang pada akhirnya menciptakan budaya
organisasi yang baik. Nilai-nilai tersebut meliputi 5 (lima) hal, yaitu: 1) Integritas, 2) Profesionalisme, 3)
Sinergi, 4) Pelayanan, dan 5)
Kesempurnaan.
Integritas berkaitan dengan kualitas kejujuran
serta kepemilikan prinsip-prinsip moral yang kuat. Dengan menerapkan nilai
integritas dalam kinerja keseharian, diharapkan akan tercipta transparansi dan
saling percaya di antara jajaran pegawai maupun antara birokat dengan para
pemangku kepentingan lainnya. Selama ini media cukup gencar menyoroti kurangnya
integritas di jajaran birokrasi Kementerian Keuangan. Ini tentu menjadi cambuk
agar prinsip kejujuran secara intens diterapkan sampai bisa mendarah daging di
segenap tubuh birokrasi.
Profesionalisme dapat diartikan sebagai kompetensi atau skill yang diharapkan dari seorang pegawai. Baru-baru ini
TechRepublic menyiarkan tentang 10 hal yang mencirikan seorang proesional
sejati, yaitu : 1) menempatkan kepentingan customer sebagai prioritas pertama,
2) menjadikan diri kita benar-benar ahli (expert)
di bidang pekerjaan kita, 3) melakukan lebih dari yang diharapkan, 4) mengerjakan
apa yang kita katakan dan mengatakan apa yang bisa kita kerjakan, 5)
berkomunikasi secara efektif, 6) mengikuti prinsip-prinsip moral (tatakrama /etiket)
yang baik di lingkungan kerja, 7) memuji kinerja/keberhasilan kelompok dan
bukan diri sendiri, 8) dermawan dalam membagi pengetahuan, 9) tak sungkan untuk
bilang terima kasih, 10) memasang keceriaan di wajah dan kebaikan di dalam hati.
Dengan menerapkan sepuluh ciri profesional sejati di atas, maka akan terbentuk
karakter individu dan budaya organisasi yang sesuai prinsip rahmatan lil alamin (rahmat bagi alam
semesta).
Sinergi merupakan kompatibilitas atau
penggabungan dari semua elemen yang berbeda yang menghasilkan suatu efek total
yang lebih besar dibanding jumlah elemen individual. Tentu saja penggabungan
ini bersifat kesatuan yang mutual dan saling menguntungkan. Dalam setiap
organisasi, sinergi ibarat napas. Tanpa itu organisasi tak akan hidup. Selama
ini di tubuh DJKN masih terdapat seksi-seksi yang kurang menunjukkan sinergi
dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Pelayanan mengacu pada tindakan memberi yang
terbaik kepada segenap pemangku kepentingan di jajaran Kemenkeu khususnya DJKN.
Dalam fungsinya sebagai pengelola
kekayaan negara, piutang negara, lelang negara, dan administrasi barang milik
negara, para pegawai DJKN tentu tidak lepas dari melayani berbagai stakeholders. Menempatkan kepentingan mereka sebagai
prioritas utama adalah hal yang sesuai dengan prinsip atau nilai pelayanan.
Kesempurnaan tidak berarti segalanya harus
sempurna karena jelas itu hanya milik Allah swt. Tetapi ini berarti
dilakukannya upaya sinambung dan terus menerus untuk memperbaiki setiap aspek di
lingkungan DJKN, dari segi motivasi bekerja, pengetahuan dan kompetensi, dan
sebagainya. Dengan menerapkan nilai ini diharapkan kinerja para pegawai di
lingkungan DJKN dapat semakin optimal dari
waktu ke waktu.
DAMPAK POSITIF
DJKN
sebagai perumus kebijakan teknik standarisasi di bidang kekayaan negara,
piutang negara dan lelang, telah menerapkan kelima konsep nilai yang telah
dirumuskan Kemenkeu dalam keseharian kinerja para stafnya. Sejauh pengamatan
saya, penerapan nilai-nilai ini cukup efektif dan berdampak positif bagi
kinerja birokrasi DJKN dalam satu tahun terakhir.
Pertama,
dalam hal integritas. Dalam fungsinya sebagai pengelola kekayaan
negara, piutang negara, lelang negara, dan administrasi barang milik negara,
para pegawai DJKN tentu tidak lepas dari menangani berbagai pemangku
kepentingan (stakeholders) termasuk
debitur. Sebelum diterapkannya nilai-nilai, tidak sedikit pegawai yang
dipertanyakan integritasnya. Menangani debitur dengan cara tidak jujur,
misalnya dalam hal memberikan informasi jumlah hutang debitur dan informasi
penyitaan tanah yang dilakukan secara tidak transparan. Sesudah diterapkannya
konsep nilai sejak Juli 2011, terlihat bahwa informasi mulai diberikan
berdasarkan data yang akurat.
Kedua,
dalam hal profesionalisme. Telah terlihat perubahan ke arah yang lebih
baik. Sebagai contoh, penanganan piutang pada awalnya seringkali dilakukan
secara berbelit-belit. Pihak-pihak yang
mau melunasi hutang dilayani dalam waktu yang lama, sehingga menimbulkan
kekecewaan dan pandangan negatif terhadap kinerja pegawai. Setelah memahami
pentingnya menerapkan sikap profesionalisme, para pegawai mengusahakan agar SOP
(Standard Operating Procedure) pelunasan hutang dilakukan 1 hari setelah uang
masuk ke rekening KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang). Contoh lain, sebelumnya limit lelang tidak
terbuka, dalam arti penetapan harga terendah dari suatu barang yang dilelang
tidak diberitahukan kepada khalayak umum sehingga yang terjadi adalah: 1)
peserta lelang berjumlah terbatas dan terkesan hanya itu-itu saja, 2) peminat lelang
hanya segelintir orang sehingga pendapatan negara dari non pajak tidak
diperoleh secara maksimal, 3) terjadinya kongkalikong dengan pejabat lelang
yang mengetahui limit tersebut lelang, dan 4) timbulnya mafia lelang. Setelah
memahami arti pentingnya penerapan profesionalisme dalam bekerja, keempat hal
tersebut dapat dihindari karena limit lelang diumumkan secara terbuka melalui
surat kabar dan media lainnya.
Ketiga,
dalam hal sinergi. Kurangnya kerja
sama antara Seksi Piutang dan Seksi Hukum & Informasi dalam hal kesamaan
data berkas dan kecepatan pengurusan piutang negara
selama ini terjadi di tubuh DJKN. Adanya perbedaan data berkas kasus
piutang negara di antara kedua seksi tersebut menyebabkan kebingungan dalam memastikan
berapa sebetulnya nilai outstanding
(sisa) hutang para debitur, sehingga pengurusan kasus berjalan lambat. Akan
tetapi sejak memahami arti penting sinergi dalam organisasi, kerjasama di
antara kedua seksi tersebut pun terjalin dengan cukup baik. Selain itu, sebelum
adanya penerapan proesionalisme, kerja sama antara seksi Pengelola Kekayaan Negara
dengan Satuan Kerja/lembaga yang terkait kurang sinergis. Satuan kerja/lembaga tidak merespon inventarisasi dan penilaian
barang milik negara dengan baik. Namun setelah memahami nilai sinergi, terjalin
kerja sama yang saling menguntungkan di antara pihak-pihak tersebut.
Keempat,
dalam hal pelayanan. Sebelum
menerapkan nilai-nilai yang harus diterapkan dalam kinerja pegawai Kemenkeu,
pelayanan yang dilakukan pegawai DJKN masih dilakukan secara terkotak-kotak
alias masing-masing, baik dalam hal pelayanan piutang, pelayanan lelang, maupun
pelayanan kekayaan negara. Sekarang telah ada beberapa perubahan positif. Yang
pertama, bertambahnya pelayanan yaitu dalam hal barang milik negara. Kemudian
terbentuknya APT (Area Pelayanan Terpadu), di mana para petugas APT bertugas
menerima keluhan para pemangku kepentingan, merespon dan mengirimkan informasi
ke seksi-seksi yang terkait. Perubahan lainnya adalah dalam teknologi
informasi. Sudah dibuat aplikasi yang terintegrasi baik dalam hal Sistem aplikasi
manajemen piutang dan (SIMPle) , Sistem Aplikasi barang milik negara (SIMAK), KIOS
K (layar informasi), maupun jadwal lelang di
berbagai media. Hal ini tentu saja memudahkan para klien untuk mengakses
berbagai layanan yang diberikan DJKN.
Kelima,
dalam hal Kesempurnaan. Pepatah ‘nothing is perfect’ seyogyanya membuat
kita terus menerus melakukan perbaikan dalam segala hal. Demikian pula para
pegawai DJKN. Dengan bersandar pada konsep nilai kesempurnaan, telah dilakukan
beragam kegiatan seperti meng-update
pengetahuan para pegawai tentang piutang, lelang dan barang milik negara. Juga
meng-upgrade beragam keterampilan
para staf, baik dalam hal percepatan pengurusan piutang, penanganan dan strategi lelang, serta inventarisasi
dan penilaian barang milik negara. Sebelum adanya rumusan nilai ini,
pelatihan-pelatihan yang diperoleh pegawai jumlahnya masih sangat terbatas.
Dengan
adanya konsep nilai Kementrian Keuangan yang meliputi integritas,
profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan, tidak hanya kinerja pegawai membaik, tetapi
lebih dari itu, semangat bekerja lahir bukan dari keterpaksaan akan sebuah
kewajiban, melainkan kesadaran bahwa menjadi manusia yang bernilai itu jauh
lebih penting daripada sekedar mencapai sesuatu yang bersifat materialistis. Konsep
nilai ini mengajarkan kita bahwa uang dan jabatan hanyalah bonus atau efek,
sementara proses mendapatkannya itulah yang terpenting dan akan menentukan
seberapa besar harga diri kita. Proses pencapaian keberhasilan yang diwarnai
kerja keras, kerja cerdas, dan kerja ikhlas, sudah merupakan kesuksesan itu
sendiri. Itulah yang akan dinilai pada akhirnya, baik di mata dunia maupun di
hadapan Allah SWT. Pencapaian besar yang
diperoleh secara cepat tanpa melalui penerapan nilai-nilai yang baik seperti
kejujuran, bukanlah pencapaian sejati. Itu akan berakhir secepat kita
mendapatkannya. Bukti-bukti yang nyata sudah terpublikasi di beragam media,
berapa harga yang harus dibayar dari sebuah ketidakjujuran dan pengabaian atas
nilai-nilai moral. Kasus suap dan
korupsi misalnya, pada awalnya mungkin
membuat kita bisa memenuhi segala kehausan akan materi, tetapi pada akhirnya
hanya menyisakan nama buruk dan kesengsaraan, belum lagi hukuman Tuhan bagi
para pelaku ketidakjujuran yang tentu sudah tercatat dalam buku amal yang tentu
kelak akan dimintai pertanggung jawabannya.
MENJADI PRIBADI YANG BERNILAI
“The value of a man should be seen in what he
gives and not in what he is able to receive.”
Saya
sangat setuju bahwa nilai seseorang seharusnya dilihat dari apa yang dia
berikan dan bukan dari apa yang dia terima. Seperti juga hadits Rasulullah SAW
yang mengatakan, “Tangan yang di atas (memberi) lebih baik dari tangan yang di
bawah (menerima/meminta).” (HR Bukhari).
Serta sabda Rasulullah SAW yang lain, “Dan sebaik-baik manusia adalah
orang yang paling bermanfaat.” (HR Thabrani dan Daruquthni).
Kita
bisa belajar dari kisah Albert Einstein. Ia dikenal sebagai sosok ilmuwan asal
Jerman yang menjadi legenda dunia. Ia menciptakan teori umum relativitas yang
mempengaruhi revolusi dalam ilmu fisika. Namun tahukah anda? Jauh sebelum
dinobatkan sebagai Bapak Fisika Modern, ketika masih muda, ia pernah ditanya
kelak ingin jadi apa. Einstein tidak menjawab bahwa ia ingin jadi ahli fisika,
tetapi ia berkata, “Saya ingin jadi orang yang berguna, bukan orang yang
berhasil.” Kemudian ia diminta menjelaskan apa maksud dari kalimat tersebut.
Einstein pun berkata, “Orang yang sukses/berhasil adalah dia yang mengambil
lebih dari apa yang dia berikan untuk lingkungannya, sedangkan orang yang
berguna/bernilai adalah dia yang memberi lebih banyak dari apa yang dia peroleh
dari lingkungannya.”
Manakala
sebuah organisasi terdiri atas orang-orang yang berkeinginan untuk terus
memberi performa terbaik demi kemajuan bersama, bukan orang-orang yang bekerja
hanya karena menunggu gajian dan kenaikan jabatan tanpa menyisakan sedikitpun
rasa cinta untuk apa yang dikerjakannya, maka yang akan tercipta adalah sebuah
organisasi yang memberi sebanyak mungkin manfaat bagi bangsa dan negara. Bukankah kokohnya sebuah bangsa berasal dari
kokohnya kepribadian individunya? Dan kokohnya kepribadian individu ditentukan
oleh nilai-nilai yang ia anut dan jaga?
Lalu
bagaimana cara menjadi orang yang bernilai/berguna? Saya memiliki 10 tips,
yaitu:
1)
Fokuskan
pikiran anda untuk melakukan kinerja terbaik daripada sekedar untuk mendapat
kenaikan gaji, jabatan tinggi, atau sanjung puji. Karena tanpa di minta pun pencapaian
materi akan diperoleh seiring waktu selama kualitas kerja kita teruji.
2)
Lakukan
tindakan nyata daripada sekedar membicarakannya atau hanya berangan-angan tentangnya.
Bicara itu gampang, bermimpi itu mudah, tetapi meraih impian dengan kerja keras
hanyalah milik segelintir orang yang mau mengubah dirinya ke arah yang lebih
baik.
3)
Jangan
remehkan tugas-tugas kecil, karena tak ada pencapaian besar tanpa langkah
kecil. Ingatlah bahwa satu tahun pencapaian adalah hasil detik demi detik
perjuangan. Jangan bermimpi bisa mencapai prestasi besar bila melakukan hal-hal
kecil saja tidak mau dan tidak mampu.
4)
Pusatkan
perhatian pada orang-orang di sekeliling anda, berbagilah ilmu dan motivasi
untuk maju bersama. Jangan hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, apalagi
sampai merampas hak-hak orang lain hanya demi materi. Harta dan jabatan tidak
akan dibawa mati, namun amal baiklah yang akan jadi teman sejati.
5)
Berhenti
mengeluh, dan mulailah mencari hal-hal yang akan meningkatkan kemampuan anda.
Kalau anda merasa kurang terampil mengerjakan suatu tugas, jangan malu bertanya
kepada orang yang bisa, dan kalau perlu investasikan waktu untuk mengikuti
pelatihan yang akan meningkatkan skill anda.
6)
Bangun
dan bergeraklah. Jangan biarkan waktu terbuang tanpa melakukan progres apapun
di meja kerja anda. Kalau sedang jenuh dengan suatu bagian dari tugas, lakukan
bagian lain yang akan menunjang keseluruhan tugas. Kalau mungkin, Anda juga bisa
bertukar tugas dengan rekan kerja yang lain sehingga setiap hari menjadi
pengalaman yang berbeda. Siasati agar ruang kerja selalu terasa menyenangkan,
ganti tampilan meja kerja anda dengan dekorasi yang atraktif yang akan
membangkitkan emosi positif.
7)
Bergaullah
bersama rekan-rekan kerja yang produktif yang akan menularkan semangat untuk
maju. Bergaul dengan mereka yang kurang termotivasi dan hobi mengeluh hanya
akan menggerus semangat hidup. Ingat bahwa: you
are what you get along with, anda adalah dengan siapa anda bersama. Ibarat
pepatah: bergaul dengan tukang parfum, akan kecipratan harum. Bergaul dengan tukang
remis, akan ikut bau amis. Pilihlah teman-teman yang berkualitas di kantor
anda, bila tidak ada, anda bisa mencarinya dalam klub atau seminar-seminar
motivasi di luar jam kantor.
8)
Setiapkali
bangun pagi, pikirkan hal positif apa yang akan anda lakukan hari ini. Jangan
sampai hari ini masih sama seperti kemarin, atau bahkan lebih buruk lagi,
karena itulah ciri-ciri orang yang merugi. Apa yang anda lakukan hari ini,
adalah cerminan diri anda 5 atau 10 tahun lagi. Kalau perlu, buatlah buku impian
(dream book) yang berisi rencana
pencapaian hidup anda dalam jangka waktu setahun, lima tahun, atau sepuluh
tahun ke depan, dan berusahalah merealisasikannya.
9)
Setiapkali
mau tidur, renungkan hal positif apa yang sudah anda lakukan hari ini. Bila
belum sempurna, laksanakan keesokan harinya tanpa menunda. Evaluasi diri harus
dilakukan setiap hari untuk meng-update kualitas
diri anda secara terus menerus. Kalau perlu, buatlah buku evaluasi diri (self evaluation book) yang akan menjadi
catatan pencapaian hidup anda untuk dijadikan bahan renungan dan cambuk menuju
kemajuan. Evaluasilah diri anda sebelum membiarkan orang lain mengevaluasi
anda.
10)
Yakinkan
bahwa hidup cuma sekali, jangan dibuang untuk hal-hal yang tak berarti. Satu
menit yang anda habiskan untuk hal-hal yang tidak produktif, adalah satu menit
yang tidak akan pernah kembali. Pikirkan 10 hal apa yang akan anda lakukan jika
mati esok hari, dan lakukanlah ke-10 hal itu mulai saat ini!
Harapan
saya, semoga nilai-nilai yang telah dirumuskan Kementrian Keuangan ini dapat
terus diterapkan secara disiplin oleh seluruh jajaran DJKN, khususnya oleh diri
saya sendiri. Sebagaimana saya percaya, “Price
is what you pay. Value is what you get.” Ketika kita memberi yang terbaik,
melakukan yang terbaik, maka yang terbaik pulalah yang akan kita dapatkan.
Selama kita memegang nilai-nilai positif, selama itulah kita menjadi manusia
yang bernilai. Dan orang yang bernilai jauh lebih beruntung daripada orang
sukses. Karena orang yang bernilai sudah pasti akan sukses. Sebab sekali lagi, sukses
bukanlah hasil, bukan apa yang kita peroleh (gaji, posisi, dsb), yang mungkin
membuat kebutuhan kita terpenuhi tetapi tidak melahirkan nilai lebih di dalam
diri. Sukses adalah proses. Selama baik prosesnya, selama optimal kinerja kita,
kepuasanlah yang akan memenuhi jiwa, dan itulah sumber kebahagiaan yang
sesungguhnya. Menjadi orang yang bahagia...bukankah itu impian kita semua? ***
Copyright@2013 by Mulyadi, SH, MM
*Penulis adalah staf pelaksana DJKN, Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Jakarta 1
*Penulis adalah staf pelaksana DJKN, Seksi Hukum dan Informasi KPKNL Jakarta 1
Tulisan ini merupakan sebuah evaluasi subjektif atas
pengaruh nilai-nilai Kementrian
Keuangan terhadap kinerja pegawai DJKN