ANALISIS JAWABAN GUGATAN LELANG EKSEKUSI
HAK TANGGUNGAN (BAGIAN I)
A.
Pendahuluan
Seiring
kebutuhan manusia yang meningkat, semakin banyak pihak yang melakukan pinjaman
ke perbankan. Kebutuhan-kebutuan tersebut, misalnya untuk menambah modal kerja,
renovasi rumah, membeli barang, membeli rumah, biaya Pendidikan, biaya
pernikahan, liburan, menutup utang, dan lain-lain.
Tentunya, dalam
berhutang ke bank tidak semua kewajiban berjalan dengan lancar. Penggunaan
kredit yang tidak sesuai rencana dapat merusak keuangan. Demikian juga,
berhutang yang melebihi kemampuan membayar dapat membuat kredit menjadi macet.
Seperti yang
dialami oleh Pak A dan Bu B, mereka meminjam kredit ke BRI Cabang Bireuen untuk
menambah modal usahanya. Namun, di tengah perjalanannya, mereka tidak mampu
mengembalikan hutangnya tersebut kepada
bank.
Setelah
dilakukan serangkaian upaya penyelamatan hutang, Pak A dan Bu B juga tidak
mampu memenuhi kewajiban hutangnya. Hingga suatu ketika, BRI Cabang Bireuen
melakukan tindakan penjualan agunan Pak A dan Bu B melalui perantaraan Kantor
Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
Untuk
menyelamatkan agunannya Pak A dan Bu B menggugat BRI Cabang Bireuen dan KPKNL
Lhokseumawe ke Pengadilan Negeri Bireuen. Gugatan ini berkaitan dengan lelang
eksekusi Hak Tanggungan. Untuk memberikan gambaran tentang gugatan dan jawaban
atas gugatan Penggugat, Penulis menyampaikan gugatan Pak A dan Bu B sebagai
Penggugat melawan BRI Cabang Bireuen sebagai Tergugat I dan KPKNL Lhokseumawe
sebagai Tergugat II serta jawaban, bukti-bukti hingga putusan Pengadilan Negeri
Bireueun.
B.
Kasus Posisi
Pak A dan Bu B beralamat di jalan Lam
Kecamatan Banda Kota Banda Aceh. Mereka menggugat Bank Rakyat Indonesia Cabang
Bireuen dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Lhokseumawe di
Pengadilan Negeri Bireuen.
Pak A dan Bu B merupakan nasabah dari
Bank Rakyat Indonesia Cabang Bireuen. Mereka melakukan usaha di bidang keramik.
Untuk memperluas usahanya, mereka ingin meminjam uang di Bank. Mereka pergi ke
BRI Cabang Bireuen. Bank tersebut memberikan fasilitas kredit untuk menambah
modal di bidang penjualan keramik.
Pada tahun 2002 mereka meminjam
Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah). Tahun 2012 mereka meminjam lagi sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Tahun 2015 mereka pinjam lagi
sebesar Rp100.000.000,00 (serratus juta rupiah). Sehingga total hutang kepada
bank sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
Dalam memperoleh kredit, mereka
mengagunkan atau menjaminkan sertifikatnya berupa 2 buah sertifikat yaitu SHM
No.06 atas nama Pak A dan SHM No.683 atas nama Bu B. Agunan yang berupa tanah
tersebut sangat berarti bagi mereka.
Di perjanjian membuka kredit, mereka
diwajibkan membayar cicilan pokok dan bunga. Mereka telah melakukan pembayaran
cicilan pokok dan bunga sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Usaha mereka semakin lama semakin
menurun karena ada persaingan antar sesama pengusaha yang membuka usaha
keramik. Model keramik semakin ketinggalan. Banyak keramik keluaran terbaru
yang dihasilkan oleh pesaing dengan harga yang terjangkau. Keramik mereka
semakin lama ditinggalkan pembeli. Hingga suatu ketika mereka tidak bisa
membayar cicilan ke bank.
Bank memberikan peringatan untuk segera
membayar tetapi Pak A dan Bu B tidak sanggup melakukan kewajibannya. Oleh
karena itu, bank memohon kepada Kantor Pelayanan Negara dan Lelang Lhokseumawe
untuk melakukan penetapan lelang.
Bank memberitahukan pengumuman lelang
pertama pada tanggal 5 Mei 2017 dan pengumuman lelang kedua tanggal 18 Mei
2017. Jaminan pak A dan Bu B akan dilelang pada tanggal 31 Mei 2017.
Pemberitahuan lelang tersebut tidak seizin Pak A dan Bu B. sehingga Pak A dan
Bu B menganggap BRI dan KPKNL melakukn perbuatan melawan hukum.
Setelah pemberitahuan lelang kedua, bank
memohon kepada Pak A dan Bu B untuk segera mengosongkan agunan tersebut. Hal
ini karena BRI dan KPKNL telah menetapkan lelang pada tanggal 31 Mei 2017.
Pak A dan Bu B memohon BRI dan KPKNL
untuk tidak melakukan lelang. Mereka memohon secara kekeluargaan tetapi BRI dan
KPKNL tidak mengindahkannya.
KPKNL akhirnya melakukan penjualan
secara lelang obyek tersebut tanpa perintah pengadilan. Hal ini sangat
bertentangan dengan hukum. Sehingga pelelangan tersebut cacat hukum. Dalam
yurisprudensi Mahkamad Agung RI nomor 3201 K/Pdt/1984 tanggal 30 Januari 1986 yang dalam kaidah hukumnya
menyatakan bahwa berdasarkan pasal 224 HIR/258 Rbg ditegaskan bahwa pelaksanaan
pelelangan akibat grosse akta hipotek dengan memakai kepala Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan putusan pengadilan, seharusnya dilaksanakan atas perintah pimpinan
pengadilan, tetapi dilaksanakan sendiri oleh kantor lelang negara atas perintah
kreditor, oleh karenanya maka pelelangan tersebut bertentangan dengan pasal 224 HIR/ 258 Rbg
sehingga pelelangan tersebut tidak sah, dengan demikian Bank Kreditor, Kantor
lelang dan pembeli lelang telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pak A dan Bu B merasa khawatir obyek
jaminan dialihkan. Mereka memohon hakim agar mengabulkan gugatannya, menyatakan
BRI Cabang Bireuen dan KPKNL Lhokseumawe melakukan perbuatan melawan hukum,
menyatakan pengumuman lelang dan surat pengosongan serta lelang adalah tidak
sah dan membayar biaya perkara yang timbul.
C.
Analisis dan Pembahasan
Pak A dan Bu B
merupakan debitor dari Kreditor Bank Rakyat Indonesia Cabang Bireuen. BRI telah
memberikan kucuran kredit sesuai dengan Perjanjian Kredit. Perjanjian kredit
memuat pembayaran cicilan pokok dan bunga serta sanksi jika debitor melakukan
wanprestasi.
Gugatan tersebut
terjadi karena Pak A dan Bu B merasa hak-haknya tidak dipenuhi seperti memohon
penjadwalan hutang dan penundaan lelang. Pak A dan Bu B mengalami kesulitan
dalam hal pembayaran. Usahanya mengalami penurunan.
Bank sebagai
kreditor telah memberi peringatan supaya Pak A dan Bu B segera melunasi
kewajibannya. Namun, Pak A dan Bu B selaku debitor tidak memenuhinya. Bank
selaku perusahaan ingin segera uangnya balik. Untuk itu, agar uangnya cepat
kembali adalah dengan cara melakukan penjualan secara lelang.
BRI Cabang
Bireuen membuat jawaban yang dalam jawabannya antara lain:
-
BRI membuat Eksepsi Obscuur Libel
(gugatan yang kabur atau tidak jelas) dengan alasan-alasan:
1.
Bahwa pelaksanaan pelelangan tersebut
didasarkan pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
Tanah Benda-benda yang berkaitan dengan tanah (parate eksekusi) bukan
didasarkan pada fiat pengadilan atas title eksekutorial yang tercantum dalam
sertifikat Hak Tanggungan yang harus melalui penetapan oleh Ketua Pengadilan.
2.
Bahwa bank merupakan pemegang Hak
Tanggungan tingkat pertama yang memiliki hak untuk menjual atas kekuasaan
sendiri obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa melalui pengadilan
dan tidak mengikuti prosedur hukum acara.
3.
Bahwa prosedur yang ditempuh bank dengan
melakan permohonan lelang kepada KPKNL telah sesuai dengan perundang-undangan
yang berlaku.
4.
Bahwa tidak berdasar Penggugat yang
dalam gugatannya menyatakan perbuatan tergugat melakuan penjualan lelang
melalui perantara KPKNL merupakan perbuatan melawan hukum.
5.
Maka gugatan yang tidak berdasar atau
tidak jelas tersebut, tergugat mohon agar gugatan ditolak atau setidaknyan
menyatakan tidak dapat diterima.
-
BRI dalam pokok perkara mengemukakan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Hal-hal yang dikemukan dalam eksepsi
mohon dianggap telah pula dikemukakan dalam pokok perkara
2.
Bahwa BRI menolak dengan tegas dalil
Penggugat kecuali dinyatakan secara tegas diakui oleh Tergugat.
3.
Bahwa Penggugat merupakan debitor BRI
yang telah menerima Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sesuai dengan
Addendum Perjanjian Kredit tentang Restrukturisasi dan Perubahan Jangka Waktu
No.32 tanggal 27 Juli 2015.
4.
Untuk menjamin pelunasan kredit
tersebut, Penggugat menyerahkan jaminan berupa 2 Sertifikat. Sebagai
konsekuensi hukumnya, apabila penggugat tidak dapat melunasi
kewajibannya/wanprestasi maka agunan tersebut dilelang sesuai dengan peraturan
yang berlaku untuk melunasi hutang tersebut.
5.
Dalam perjalanannya, ternyata penggugat
tidak dapat melakukan pembayarannya dan akhirnya dinyatakan macet walaupun
telah dilakukan restrukturisasi.
6.
Sebelum dilakukan penjualan secara
lelang, bank telah memberi peringatan dengan surat nomor xxxx tanggal xx bulan xx tahun xxx
sebagai peringatan pertama, surat nomor
xxxx tanggal xx bulan xx tahun xxx sebagai peringatan kedua, surat nomor xxxx tanggal xx bulan xx tahun xxx
sebagai peringatan ketiga, surat pemberitahuan lelang nomor xxx tanggal xx bulan xx tahun xxxx
7.
Dalam surat peringatan tercantum rincian
hutang kepada bank yang mana pada peringatan terakhir dengan rincian sebagai
berikut: pokok Rpxxxx bunga Rpxxxx, denda Rpxxxx Jumlah Rpxxxx.
8.
Karena tidak ada itikad baik dari
Penggugat, sesuai dengan ketentuan UU Nomor 4 Tahun 1996, bank melakukan
penyelesaian kredit macet melalui parate eksekusi. Pasal 6 menyatakan bank
sebagai pemegang Hak Tangunggan pertama mempunyai kekuasaan sendiri untuk
menjual melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya.
9.
Bahwa ciri dari hak tanggungan yang kuat
adalah jika debitur cidera janji sesuai dengan pasal 20 UU Hak Tanggungan.
Pasal 14 Hak Tanggungan juga mengatur Sertipikat Hak Tanggungan mempunyai
irah-irah yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai grosse akta.
10.
BRI memohon hakim untuk menerima
eksepsinya, menolak gugatan penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan
penggugat tidak dapat diterima
KPKNL Lhokseumawe merupakan kantor
yang melakukan penjualan secara lelang. Sehingga ia tidak dapat menolak
permohoan lelang yang diajukan kepadanya. KPKNL Lhokseumawe memberikan
jawabannya sebagai berikut:
-
KPKNL memberikan Eksepsi Persona
Standi Yudicio
1.
Bahwa penyebutan kepada KPKNL harus menyertakan
instansi di atasnya.
2.
Bahwa KPKNL bukanlah badan hukum yang
berdiri sendiri, melainkan suatu badan hukum yang merupakan bagian dari
institusi negara dimana atasan dari KPKNL adalah Pemerintah Republik Indonesia
cq. Kementerian Keuangan Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Kekayaan
Negara cq. Kantor Wilayah DJKN
3.
bahwa terhadap gugatan Penggugat yang
langsung ditujukan kepada KPKNL tanpa mengaitkan instansi atasannya adalah
keliru dan kurang tepat, karena KPKNL tidak memiliki kualitas untuk dituntut di
muka Peradilan Umum jika tidak dikaitkan dengan badan hukum induknya dan
selanjutnya berakibat pada gugatan yang kurang sempurna dan oleh karenanya
harus dinyatakan tidak dapat diterima seluruhnya (Niet Ontvankelijk
Verklaard).
4.
Pasal 6 RV dan Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI Nomor 1004 K/Sip/1974 tanggal 27 Oktober 1977 tentang gugatan yang
harus ditujukan kepada Pemerintah Pusat.
5.
bahwa berdasarkan hal tersebut di atas,
jelas bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima dikarenakan gugatan Penggugat
tidak mengaitkan badan hukum induk/instansi atasan KPKNL hal ini didasarkan
pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1424 K/Sip/1975 tanggal 8 Juni 1976
tentang gugatan yang harus ditujukan kepada Pemerintah Pusat.
-
Dalam pokok perkara, KPKNL memberikan
dalil sebagai berikut:
1.
Bahwa KPKNL secara tegas menolak dalil
gugatannya, kecuali diakui secara tegas dalam gugatannya.
2.
Bahwa obyek gugatan yang diajukan oleh
penggugat terkait pelaksanaan lelang merupakan permohonan dari BRI Cabang
Biereuen Nomor S-xxx tanggal xx bulan xx tahun xxxx. BRI tersebut merupakan
pemegang Hak Tanggungan pertama berhak mengajukan lelang kepada KPKNL
Lhokseumawe berdasarkan Pasal 6 UU Hak tangungan Nomor 4 tahun 1996.
3.
Bahwa penetapan waktu pelaksanaan lelang
telah sesuai dengan pasal 7 Vendu Reglement Stb. 1908 Nomor 189 jo. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 27 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang pasal
13 yang menyatakan kantor lelang tidak boleh menolak permohonan lelang yang
diajukan kepadanya sepanjang telah memenuhi dokumen persyaratan lelang yang
sudah lengkap dan memenuhi legalitas formal subyek dan obyek lelang.
4.
Bahwa obyek lelang telah diumumkan oleh
BRI pada koran Serambi yang terbit tanggal xx bulan xx tahun xxxx sebagai
pengumuman pertama dan koran Serambi tanggal zz bulan zz tahun zzzz sebagai
pengumuman kedua.
5.
Bahwa obyek lelang telah dilakukan
penjualan lelang pada tanggal 31 Mei 2017 tetapi tidak ada yang melakukan
penawaran sehingga tidak terdapat pengalihan hak atas obyek tersebut dengan
kata lain tidak menimbulkan akibat hukum apapun.
Berdasarkan
pasal 283 Rbg dan Pasal 1865 KUHPerdata, para penggugatlah yang pertama membuktikan
kebenaran dalil gugatannya. Setelah itu, para tergugat membuktikan juga dalil
bantahannya. Hal ini dilakukan agar tercipta hubungan yang tidak berat sebelah
dan sinergis. Hakim harus bersikap adil, obyektif, jujur, dan tidak membebankan
pembuktian kepada pihak yang tidak bisa membuktikannya.
Dalam kesempatan
pembuktian, masing-masing pihak mengajukan bukti untuk mendukung dalilnya.
Bukti para pihak dilegalisir dan dibubuhi materai yang cukup serta
diperlihatkan asllinya di depan majelis hakim. Para penggugat menyampaikan 11
bukti surat, yang terdiri 8 bukti (P-1 sampai dengan bukti P-8) yang
diperlihatkan aslinya dan 3 bukti (P-9, P-10, dan P-11) hanya berupa foto copy
dari foto copy. Selain bukti surat, para penggugat tidak mengajukan bukti berupa
saksi di persidangan.
Bukti Para
Pengugat terdiri dari:
1.
Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat
Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp5.800.000,00 (lima juta delapan ratus ribu
rupiah) tanggal 1 Februari 2014 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya
diberi tanda P-1;
2.
Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat
Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp5.800.000,00 (lima juta delapan ratus ribu
rupiah) tanggal 30 September 2014 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya
selanjutnya diberi tanda P-2;
3.
Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat
Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp5.800.000,00 (lima juta delapan ratus ribu
rupiah) tanggal 20 Oktober 2013 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya
selanjutnya diberi tanda P-3;
4.
Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat
Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp5.800.000,00 (lima juta delapan ratus ribu
rupiah) tanggal 3 November 2014 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya
selanjutnya diberi tanda P-4;
5.
Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat
Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp4.015.000,00 (empat juta lima belas ribu
rupiah) tanggal 31 Oktober 2013 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya
selanjutnya diberi tanda P-5;
6.
Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat
Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tanggal
28 Mei 2016 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya diberi tanda
P-6;
7.
Foto copy dari foto copy pengumuman
lelang I tanggal 5 Mei 2017 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya
selanjutnya diberi tanda P-7;
8.
Foto copy dari foto copy pinjaman jatuh
tempo tanggal 12 Mei 2016 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya
diberi tanda P-8;
9.
Foto copy dari foto copy pengumuman
lelang II tanggal 18 Mei 2017 setelah dicocokkan sesuai dengan foto copy
selanjutnya diberi tanda P-9;
10.
Foto copy dari foto copy perkara perdata
nomor 7/Pdt.G/2017/PN-Bir tanggal 26 Juli 2017 setelah dicocokkan sesuai dengan
foto copy selanjutnya diberi tanda P-10;
11.
Foto copy dari foto copy rekening koran
tanggal 18 Oktober 2016, selanjutnya diberi tanda P-11;
PT Bank Rakyat
Indonesia Cabang Biereun mengajukan bukti surat berupa:
1.
Foto copy Akta Perjanjian Kredit Modal Kerja
No. 63 tanggal 17 Juni 2005, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan
aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-1;
2.
Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 6
tanggal 29 September 2005 an. Pak A, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai
dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-2;
3.
Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 6
tanggal 29 September 2005 an. Pak A yang diikat Hak Tanggungan berdasarkan
Sertifikat Hak Tanggungan I Nomor 11 tanggal 15 Februari 2006, setelah dilihat
dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-2a;
4.
Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 6
tanggal 29 September 2005 an. Pak A yang diikat Hak Tanggungan berdasarkan Sertifikat
Hak Tanggungan II Nomor 36 tanggal 1 Juli 2008, setelah dilihat dan dicocokkan
sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-2b;
5.
Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 6
tanggal 29 September 2005 an. Pak A yang diikat Hak Tanggungan berdasarkan Sertifikat
Hak Tanggungan III Nomor 59 tanggal 22 Juni 2010, setelah dilihat dan
dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-2c;
6.
Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 68
tanggal 18 Oktober 1996 an. Bu B, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan
aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-3;
7.
Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 68
tanggal 18 Oktober 1996 an. Bu B yang diikat Hak Tanggungan berdasarkan
Sertifikat Hak Tanggungan I Nomor 66 tanggal 11 Februari 2011, setelah dilihat
dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-3a;
8.
Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 68
tanggal 18 Oktober 1996 an. Bu B yang diikat Hak Tanggungan berdasarkan
Sertifikat Hak Tanggungan II Nomor 58 tanggal 9 Juli 2012, setelah dilihat dan
dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-3b;
9.
Foto copy Surat peringatan Pertama Nomor
B/xx tanggal 24 Mei 2016 setelah dilihat dan dicocokkan, selanjutnya diberi
tanda T.I-4;
10. Foto copy Surat peringatan Kedua Nomor 22/xx
tanggal 3 Juni 2016 setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya,
selanjutnya diberi tanda T.I-5;
11. Foto
copy Surat peringatan Kedua Nomor 22/xx tanggal 3 Juni 2016 setelah dilihat dan
dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-6.
Catatan:
Bukti
T.I-4 sampai dengan Bukti T.I-6 membuktikan fakta hukum bahwa:
a.
Sebelum BRI Cabang Bireuen selaku
Tergugat I meminta bantuan kepada KPKNL Lhokseumawe selaku Tergugat II,
Tergugat I telah memberi peringatan yang cukup kepada debitur/penggugat;
b.
Surat-surat peringatan yang ditujukan
kepada debitur telah disebutkan secara gamblang perihal jumlah kewajiban yang
harus diselesaikan oleh debitur;
12. Foto
Copy Surat Laporan Kunjungan Nasabah (lembar LKN) tanggal 27 Oktober 2015,
setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda
T.I-7;
13. Foto
Copy Surat Laporan Kunjungan Nasabah (lembar LKN) tanggal 11 April 2016,
setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda
T.I-8;
14. Foto
Copy Surat Laporan Kunjungan Nasabah (lembar LKN) tanggal 14 Mei 2016, setelah
dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-9;
15. Foto
Copy Surat Laporan Kunjungan Nasabah (lembar LKN) tanggal 18 Oktober 2016,
setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda
T.I-10;
16. Foto
Copy Surat pemberitahuan pelaksanaan lelang tanggal 28 April 2017, setelah
dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-11;
17. Foto
Copy Surat pengumuman lelang pertama tanggal 5 Mei 2017, setelah dilihat dan
dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-12;
18. Foto
Copy Surat pemberitahuan pengosongan agunan tanggal 5 Mei 2017, setelah dilihat
dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-13;
19. Foto
Copy Surat pengumuman lelang kedua tanggal 18 Mei 2017, setelah dilihat dan
dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-14;
Bukti
T.I-11 sampai dengan Bukti T.I-14 membuktikan fakta hukum bahwa:
a.
Rencana lelang telah diberihukan secara
tertulis kepada debitur/penggugat dan telah diumumkan kepada publik melalui
pengumuman selebaran maupun surat kabar;
b.
Proses-proses pelaksanaan lelang atas
obyek sengketa telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
20. Foto
copy Akta Perpanjangan Kredit No. 94 tanggal 2 Juni 2006, setelah dilihat dan
dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-15;
21. Foto
copy Akta Perpanjangan Kredit No. 18 tanggal 8 Juni 2007, setelah dilihat dan
dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-16;
22. Foto
copy Akta Perpanjangan Kredit dan tambahan kredit No. 119 tanggal 23 Juni 2008,
setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda
T.I-17;
23. Foto
copy Akta Perpanjangan Kredit dan tambahan kredit No. 98 tanggal 16 Juni 2009,
setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda
T.I-18;
24. Foto
copy Akta Perpanjangan Kredit dan tambahan kredit No. 64 tanggal 9 Juni 2010,
setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda
T.I-19;
25. Foto
copy Akta Perpanjangan Kredit dan tambahan kredit No. 201 tanggal 30 November
2010, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi
tanda T.I-20;
26. Foto
copy Akta Perpanjangan Kredit No. 211 tanggal 28 Juni 2011, setelah dilihat dan
dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-21;
27. Foto
copy Akta Perpanjangan Kredit dan tambahan kredit No. 76 tanggal 21 Juni 2012,
setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda
T.I-22;
28. Foto
copy Akta Restrukturisasi Kredit perubahan bentuk dan jangka waktu kredit No.
30 tanggal 28 Mei 2013, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya,
selanjutnya diberi tanda T.I-23;
29. Foto
copy Akta Restrukturisasi Kredit perubahan bentuk dan jangka waktu kredit No.
32 tanggal 27 Juli 2015, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya,
selanjutnya diberi tanda T.I-24.
Semua bukti BRI
Cabang Bireuen (T.I-1 sampai dengan T.I-24) sesuai dengan aslinya dan telah
dilegalisir serta dibubuhi materai yang cukup. Namun, BRI Cabang Bireuen tidak
mengajukan saksi di persidangan.
Selanjutnya,
dibawah ini pertimbangan hukum Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut:
1.
Dalam eksepsi.
Dalam
gugatan Para Penggugat mendalilkan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan
perbuatan melawan hukum namun Para Penggugat tidak dapat menguraikan
unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1365
KUHPerdata;
Setelah
Majelis Hakim mempelajari dan memperhatikan tentang eksepsi tersebut, ternyata
tidak ditemukan hal-hal yang bersifat formil. Eksepsi yang dikemukakan oleh
Tergugat I dan Tergugat II haruslah dibuktikan terlebih dahulu oleh para
Tergugat sehingga Majelis Hakim berpendapat eksepsi tersebut telah memasuki
pokok perkara yang kebenarannya harus dibuktikan di persidangan berdasarkan
bukti-bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak.
Berdasarkan
hal tersebut uraian pertimbangan hukum di atas, Majelis Hakim berpendapat dan
berkesimpulan terhadap eksepsi Tergugat I dan Tergugat II di atas haruslah dinyatakan
ditolak untuk seluruhnya
2.
Dalam Pokok Perkara
Dalam
gugatan Para Penggugat mendalilkan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan
perbuatan melawan hukum namun Para Penggugat tidak dapat menguraikan
unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1365
KUHPerdata. Di dalam pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa
tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,
mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan
kerugian tersebut.
Para Penggugat tidak bisa mendalilkan
dalam gugatannya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I dan
Tergugat II atas penjualan lelang eksekusi terhadap obyek sengketa berupa tanah
Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 29 September 2005 an.
Pak A yang terletak di Jalan Lam Kab. Bireuen Propinsi Aceh dan Sertifikat Hal
Milik No. 68 tanggal 18 Oktober 1996 yang terletak di Jalan Bam Bireuen
Propinsi Aceh.
Untuk
menguatkan dalil gugatannya, Para Penggugat telah mengajukan bukti-bukti surat
berupa produk P-1 sampai dengan P-8 yang telah dilegalisir dan sesuai dengan
aslinya serta dibubuhi materai yang cukup. Penggugat tidak dapat membuktikan
keaslian Bukti P-9 sampai dengan bukti P-11 dan tidak mengajukan saksi di persidangan.
Untuk
menguatkan dalil bantahannya, Tergugat I telah mengajukan bukti-bukti surat
berupa produk T.I-1, T.I-2, T.I-2a, T.I-2b, T.I-2c, T.I-3, T.I-3a, T.I-3b,
T.I-4, T.I-5, T.I-6, T.I-7, T.I-8, T.I-9, T.I-10, T.I-11, T.I-12, T.I-13,
T.I-14, T.I-15, T.I-16, T.I-17, T.I-18, T.I-19, T.I-20, T.I-21, T.I-22, T.I-23,
dan T.I-24. Tergugat I tidak mengajukan saksi di persidangan.
Untuk
menguatkan dalil bantahannya, Tergugat II tidak mengajukan bukti-bukti surat.
Tergugat II juga tidak mengajukan saksi di persidangan.
Perlu
diingat bahwa materi pokok dari perkara ini adalah lelang eksekusi hak
Tanggungan atas tanah milik Para Penggugat. Sebelum sampai pokok perkara
tersebut, Majelis Hakim memberikan pertanyaan tentang surat gugatan yang
diajukan di persidangan. Hal-hal tersebut antara lain:
1.
Apakah benar antara para Penggugat telah
melakukan Perjanjian Kredit atau Perjanjian Hutang Piutang dengan Bank Republik
Indonesia Cabang Bireuen/Tergugat I?
2.
Apakah benar para Penggugat telah
menyetorkan angsuran kepada Bank Republik Indonesia Cabang Bireuen/Tergugat I?
3.
Apakah benar setoran Para Penggugat
telah menunggak atau macet ke Bank Republik Indonesia Cabang Bireuen/Tergugat
I?
4.
Apakah benar proses lelang eksekusi hak
tanggungan yang dilakukan oleh KPKNL Lhokseumawe (Tergugat II) tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku?
Dalil-dalil
gugatan Penggugat yang disangkal oleh Tergugat I dan Tergugat II adalah sebagai
berikut:
1.
Adanya Perjanjian Kredit Modal Kerja
Nomor No. 63 tanggal 17 Juni 2005. Tergugat I telah memberikan fasilitas kredit
kepada Para Penggugat sehingga total sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta
rupiah) sebagai tambahan modal kerja perdaganag keramik.
2.
Untuk menjamin pelunasan kredit, para
Penggugat telah menyerahkan jaminan/agunan berupa 2 buah sertifikat kepada
Tergugat I, yaitu Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 29 September 2005 an. Pak
A dan Sertifikat Hak Milik No. 68 tanggal 18 Oktober 1996 an. Bu B.
3.
Penyerahan agunan tersebut dilakukan
sendiri oleh Para Penggugat berdasarkan pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor
Nomor 11 tanggal 15 Februari 2006, Nomor 36 tanggal 1 Juli 2008, Nomor 59
tanggal 22 Juni 2010, Nomor 66 tanggal 11 Februari 2011, Nomor 58 tanggal 9
Juli 2012, yang dibuat di Kantor Pertanahan Kab. Bireuen.
4.
Akta Pembebanan tersebut dilakukan
dihadapan Pejabat Umum yang sah sehingga akta tersebut berlaku akta otentik
yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.
5.
Agunan kredit tersebut telah dibebankan
Sertifikat Hak Tanggungan Peringkat Pertama sesuai Sertifikat Hak Milik No. 6
tanggal 29 September 2005 an. Pak A dan telah telah dibebankan Sertifikat Hak
Tanggungan Peringkat Pertama sesuai Sertifikat Hak Milik No. 68 tanggal 18
Oktober 1996 an. Bu B, pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor Nomor 11 tanggal
15 Februari 2006, pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor 36 tanggal 1 Juli
2008, pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor 59 tanggal 22 Juni 2010,
pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor 66 tanggal 11 Februari 2011, pembebanan
Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor 58 tanggal 9 Juli 2012 sebesar Rp700.000.000,00
(tujuh ratus ribu rupiah) untuk kepentingan Para Penggugat. Apabila para
Penggugat sebagai debitur dinyatakan cidera janji/wanprestasi terhadap
kewajibannya berdasarkan perjanjian yang timbul, maka Tergugat I sebagai pemegang
Hak Tanggungan berhak dan berwenang mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
penjualan secara lelang agunan kreditnya.
6.
Perjanjian kredit telah dilakukan
perpanjangan kredit melalui Addendum Perjanjian Modal Kredit Kerja No. 94
tanggal 2 Juni 2006, Akta Perpanjangan Kredit No. 18 tanggal 8 Juni 2007, No.
119 tanggal 23 Juni 2008, No. 64 tanggal 9 Juni 2010, No. 201 tanggal 30
November 2010, No. 211 tanggal 28 Juni 2011, No. 7 tanggal 21 Juni 2012, namun
Para Penggugat tidak memenuhi kewajiban pembayaran kredit sesuai dengan
kesepakatan dalam perjanjian kredit sehingga Tergugat I menerbitkan Surat
Peringatan Pertama, Surat Peringatan Kedua, Surat Peringatan Ketiga, yang
intinya bahwa fasilitas kredit telah
jatuh waktu seketika dan seluruh kewajiban wajib dilunasi sekaligus. Apabila
para Penggugat tidak menjalankan kewajibannya maka Tergugat I akan melakukan
upaya penyelesaian kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak terbatas
pada lelang eksekusi hak tanggungan baik melalui fiat atau tidak melalui fiat
eksekusi pengadilan, gugatan dan kepailitan serta upaya hukum lainnya.
7.
Gugatan para Penggugat telah disangkal/dibantah
kebenarannya oleh Para Tergugat. Berdasarkan berdasarkan pasal 283 Rbg dan 1865
KUHPerdata serta Yurisprudensi
Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 94 K/SIP/1956 tanggal 1 Oktober 1957 jo.
Putusan Nomor 162 K/SIP/1955 tanngal 21 November 1956, maka para Tergugat juga
dibebani kewajiban untuk membuktikan sangkalannya/bantahannya.
8.
Untuk membuktikan bahwa Tergugat I dan
Tergugat II telah melakukan lelang eksekusi Hak Tanggungan terhadap 2 buah
Sertipikat Hak Milik atas nama para Penggugat secara tanpa hak dan perbuatan
melawan hukum, maka Para Penggugat mengajukan bukti P-1, P-2, P-3, P-4, P-5,
P-6, P-7, P-8, P-9, P-10, dan P-11 sedangkan bukti Perjanjian Kredit Modal
Kerja antara Para Penggugat dan Tergugat I tidak ditemukan di persidangan.
padahal bukti tersebut merupakan dasar para Penggugat dari gugatan ini.
9.
Secara formal bukti Para Penggugat P-1,
P-2, P-3, P-4, P-5, P-6, P-7, dan P-8 setelah dilihat dan dicocokan dengan
aslinya dapat dilterima sebagai bukti oleh Hakim. Sedangkan bukti P-9, P-10,
dan P-11 setelah dilihat dan dicocokan tidak ada aslinya. Berdasarkan Putusan
Mahkamah Agung Nomor 701 K/SIP/1974 (Y.I 1976 halaman 549) bahwa suatu akta
mempunyai kekuatan pembuktian sempurna sepanjang sesuai dengan akta
aslinya/kekuatan pembuktian dari surat atau alat bukti tertulis terletak pada
aslinya. Sehingga bukti Para Penggugat bertanda P-9, P-10, dan P-11
dikesampingkan.
10.
Para Penggugat telah melakukan
perjanjian kredit dengan Tergugat I dalam tiga tahap yaitu tahap pertama
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pada tahun 2002, tahap kedua sebesar
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada tahun 2012, dan tahap ketiga
sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pada antara tahun 2012 sampai
tahun 2015, sehingga total pinjaman sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta
rupiah). Hal ini telah dibuktikan sesuai dengan bukti T.I-1, T.I-2, T.I-2a,
T.I-2b, T.I-2c, T.I-3, T.I-3a, T.I-3b dengan jaminan Sertifikat Hak Milik No. 6
tanggal 23 September 2005 atas nama Pak A (bukti T.I-2a, T.I-2b, T.I-2c) dan
para penggugat berkewajiban membayar cicilan kreditnya sampai lunas.
Berdasarkan bukti di persidangan para Penggugat hanya menyetorkan cicilan
kreditnya sebanyak 6 (enam) kali sebagaimana bukti Pengguat (P-1, P-2, P-3,
P-4, P-5, P-6) dan tidak ada bukti setelah itu, sehingga para Penggugat telah
melakukan wanprestasi.
11.
Para penggugat telah menunggak dalam
memenuhi kewajibannya kepada BRI Cabang Bireuen, maka BRI Cabang Bireuen
menempuh upaya-upaya untuk dapat menyelesaikan kewajiban para Penggugat dengan
mengeluarkan surat peringatan I tanggal 24 Mei 2016 (bukti T.1-4), surat
peringatan II tanggal 3 Juni 2016 (bukti T.1-5), dan surat peringatan III
tanggal 17 juni 2016 (bukti T.1-6). Para Penggugat tidak mengindahkan
peringatan tersebut. Oleh karena itu, Majelis berkesimpulan Para Penggugat
telah wanprestasi karena lalai terhadap kewajibannya dalam perjanjian kredit
dengan Tergugat I sehingga akhirnya menjadi kredit macet.
12.
Untuk menjawab apakah proses lelang yang
dilakukan Tergugat I dan Tergugat II telah tepat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, Majelis Hakim akan mempertimbangkan berdasarkan bukti-bukti yang
ada. Karena para penggugat telah
wanprestasi dan kreditnya tergolong macet, Tergugat I memohon Tergugat II untuk
melelang agunan kredit tersebut berupa Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 29 September 2005 an. Pak A
yang telah dibebani Hak Tanggungan Nomor 11 tanggal 15 Februari 2006 (bukti
T.1-11, T.1-12, T.1-13, T.1-14) dan Sertifikat Hak Milik No. 68 tanggal 18
Oktober 1996 an. Bu B yang telah dibebani Hak Tanggunan No. 58 tanggal 9 Juli
2012 (bukti T.I-3, T.I-3a, T.I-3b). oleh karena itu, Tergugat I telah
mengajukan permohonan lelang kepada Tergugat II tanggal 28 April 2017 (bukti T.1-11,
T.1-12, T.1-13, T.1-14).
13.
Pelaksanaan Lelang ini dilakukan oleh
Sdr. S merupakan Pimpinan Cabang BRI Cabang Bireuen berdasarkan Surat
Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 63 tanggal 17 Juni 2005 (T.1-1, T.1-2)
dengan Sertifikat Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Bireuen berkepala Demi
Keadilan Yang Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Nomor 11 tanggal 15 Februari
2006 peringkat I dan Akta Pemberian Hak Tanggungan Nomor 66 tanggal 11 Februari
2011 (bukti T.1-2a, T.1-2b, T.1-2c, T.1-3, T.1-3a, T.1-3b).
14.
Jadwal lelang telah diumumkan melalui
Pengumuman Pertama Lelang Eksekusi Hak Tanggungan (bukti P-7, P-9/T.1-11,
T.1-12, T.1-13), pengumuman II lelang eksekusi Hak Tanggungan yang diumumkan di
surat kabar Harian Serambi (bukti T1-14)
15.
Para Penggugat telah memohon kepada
tergugat I untuk memperpanjang kredit dan penambahan kredit milik para
Penggugat (bukti T.1-15, T.1-16, T.1-17, T.1-18, T.1-19, T.1-20, T.1-21,
T.1-22). Hal tersebut menjadi bukti para Penggugat dan Tergugat I telah sepakat
dengan perjanjian yang dibuatnya dan telah ditandatangani oleh kedua belah
pihak serta menanggung konsekuensi dari perjanjian tersebut.
16.
Selain itu, para penggugat juga telah 2 (dua)
kali mengajukan restrukturisasi kredit berupa perubahan bentuk dan jangka waktu
(bukti T.1-23, T.1-24) kepada Tergugat I dan telah dipenuhi oleh Tergugat I.
Namun, dalam perjalanan waktu, para Tergugat tidak melakukan kewajiban
sebagaimana mestinya.
17.
Lelang yang dilaksanakan oleh Tergugat
II telah sesuai dengan pasal 12 PMK No.106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Kedua
atas PMK 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang pada pokoknya
KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan
kepadanya sepanjang persyaratan lelang sudang lengkap dan telah memenuhi legalitas
formal subyek dan obyek lelang.
18.
Tergugat I sebelum mengirimkan surat
permohonan lelang telah memberikan surat peringatan pertama, surat peringatan
kedua, surat peringatan ketiga, namun para Penggugat tidak juga memenuhi
kewajibannya.
19.
Tergugat I memohon lelang berdasarkan
pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3) yang tercantum dalam Sertifikat Hak
Tanggungan yang berkepala Demi Keadilan yang Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan pelaksanaan putusan pengadilan
yang berkekuatan hukum tetap.
20.
Berdasarkan Undang-undang Hak Tanggungan
Nomor 4 tahun 1996 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor No.106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Kedua atas
PMK 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang yang akan
dilaksanakan adalah Lelang Eksekusi Hak Tanggungan, bukan lelang melalui
Kompensasi Pengadilan Negeri/Lelang Eksekusi Pengadilan. Lelang Eksekusi Hak
Tanggungan tidak memerlukan perintah Ketua pengadilan. Kreditur selaku pemegang
Hak Tanggungan diberi kewenangan oleh Undang-undang untuk melakukan permohoan
lelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negada dan Lelang untuk melakukan
penjualan secara lelang jka debitur wanprestasi.
21.
Sesuai dengan pasal 3 PMK
No.106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Kedua atas PMK 93/PMK.06/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang bahwa lelang telah dilakukan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan. Hal ini juga ditegaskan dalam
Buku II Mahkamah Agung halam 149 tentang
Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan disebutkan bahwa lelang
yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat
dibatalkan.
22.
Sesuai dengan pasal 35 ayat (2) PMK No.106/PMK.06/2013 jo. PMK 93/PMK.06/2010
tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang bahwa penentuan nilai limit merupakan
tanggung jawab Penjual/pemilik barang.
23. Sesuai dengan pasal 36 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3) PMK 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang jo.
PMK No.106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Kedua atas PMK 93/PMK.06/2010 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyatakan bahwa: (1) Penjual/Pemilik Barang dalam
menetapkan nilai limit berdasarkan penilaian oleh Penilai atau
penaksiran/penaksir atau tim penaksir;
(2) penilaian sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf a merupakan pihak yang melakukan penilaian secara independent
berdasarkan kompetensi yang dimilikinya;
(3) penaksir sebagaimana dimaksud ayat (1)
huruf b merupakan pihak yang berasal dari instansi atau perusahaan
penjual, yang melakukan penaksiran berdasarkan metode yang dapat
dipertanggungjawabkan temasuk kurator untuk benda seni dan benda antic/kuno.
24.
Sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 disebutkan bahwa Akta Pemberian Hak
Tanggungan (APHT) adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada
kreditur tertentu sebagai jaminan pelunasan piutangnya.
25.
Istilah Perbuatan Melawan Hukum berasal
dari Bahasa Belanda “On rechtmatige daad”. Perbuatan Melawan Hukum dahulu
terbatas hanya pelanggaran hukum tertulis saja. Namun sejak 1919 pengertiaannya
mencakup pelanggaran tentang kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup
di Belanda dan sejak tahun 1919 perbuatan melawan hukum diartikan secara
luas menjadi:
a.
Perbuatan yang bertentangan dengan hak
orang lain;
b.
Perbuatan yang bertentangan dengan
kewajiban hukumnya sendiri;
c.
Perbuatan yang bertentangan dengan
kesusilaan;
d.
Perbuatan yang bertentangan dengan
kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.
26.
Berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata yang
merupakan landasan perbuatan melawan hukum disebutkan bahwa unsur-unsur
perbuatan melawan hukum meliputi:
a.
Harus ada perbuatan;
b.
Perbuatan itu melawan hukum;
c.
Ada kerugian;
d.
Ada kesalahan (schuld);
e.
Ada hubungan sebab akibat (kausal)
antara perbuatan melawan hukum dan kerugian.
27.
Berdasarkan pasal 2 (dua) Klausul
Perjanjian Kredit dinyatakan bahwa
a.
Bank setuju memberikan kredit kepada
debitur dalam 3 (tiga) tahap untuk jumlah yang tidak melebihi kredit
Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta). Dengan tidak mengurangi ketentuan bank
sesuai pasal 13 syarat-syarat umum, bank berhak mengubah besarnya nilai limit
kredit sewaktu-waktu atau pertimbangan bank sendiri akan tetapi tidak
terbatas karena keadaan debitur sendir
dan atau perubahan nilai agunan dengan membuat addendum perjanjian kredit ini
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian kredit.
b.
Tujuan kredit.
Fasilitas kredit ini adalah kredit
modal kerja
c.
Sifatnya Kredit Revolving
d.
Jangka Waktu Kredit
Persetujuan kredit yang diberikan
bank kepada debitur hanya jangka waktu 1 (satu) tahun sejak penandatangan
perjanjian kredit. Setelah berakhirnya perjanjian kredit ini, namun kredit
masih diperlukan untuk jangka waktu yang sama atau jangka waktu yang lain,
debitur dapat menyampaikan permohonan tertulis selambat-lambatnya 90 (sembian
puluh) hari untuk disampaikan dan diterima oleh bank serta dilengkapi data
pendukung, bank dapat mempertimbangkan untuk memperpanjang jangka waktu kredit
tersebut.
Namun, jika bank tidak menyetujui
perpanjangan kredit, debitur harus melunasi kewajibannya. Bank berhak
menyelamatkan kepentingan bank dan melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap
agunan utama atau agunan tambahan dibitur dan atau kekayaan lain milik debitur.
e.
Perjanjian Kredit Modal Kerja No. 6
tahun 2005 memuat Jangka waktu kredit 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal 17
Juni 2005 sampai dengan 20 Juni 2006
f.
Pada tanggal 2 Juni 2006, debitur
mengajukan tambahan limit dan perpanjangan jangka waktu kredit. Riwayat
tambahan adalah sebagai berikut:
-
Limit lama : Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
-
Tambahan limit : Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
-
Limit kredit baru: Rp600.000.000,00(enam
ratus juta rupiah)
-
Tambahan limit : Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
-
Limit kredit baru:Rp700.000.000,00
(tujuh ratus juta rupiah)
-
Jangka waktu :berlaku sejak
penandatanganan addendum PK tanggal 28 Juni 2011
-
Limit baru : 24 bulan, sejak tanggal 28 Mei 2013 s.d. 18 Mei 2015
g. Hasil keputusan bank tersebut telah diberitahukan
kepada debitur dan debitur telah menyetujuinya. Terbukti debitur
mmenandatanganinya Surat Perjanjian Membuka Kredit No. 6 tanggal 17 Juni 2005
di atas materai dan mengembalikannya kepada bank merupakan bagian tak
terpisahkan dari addendum.
28.
Berdasarkan Surat Peringatan I Nomor B
yang dikeluarkan oleh Tergugat I disebutkan bahwa sampai dengan tanggal 24 Mei
2016 bank belum menerima setoran/angsuran pembayaran kredit. Sesuai data
administrasi bank per tanggal 24 Mei 2016 terdapat tunggakan pada fasilitas
kredit Rp29.794.790,00. Namun paling lambat 23 Juni 2016, para Penggugat belum
menyetorkan angsuran.
29.
Berdasarkan data administrasi bank per
tanggal 2 Juni 2016 terdapat tunggakan kredit sebesar Rp634.333.382,00. Bank
telah memberikan surat Peringatan II Nomor 2c yang ditujukan kepada debitur
tanggal 3 Juni 2006.
30.
Bank juga memberikan surat peringatan
III kepada debitur pada tanggal 17 Juni 2016. Tunggakan kredit debitur per
tanggal 17 Juni 2016 menjadi Rp729.182.284,00. Sampai pada tanggal tersebut,
para Penggugat tidak juga mengindahkan peringatan tersebut. Berdasarkan hal
tersebu, debitur dinyatakan cidera janji. Bank akan melakukan tindakan hukum
terkait hal tersebut.
31.
Tindakan hukum tersebut yaitu pemasangan
plang berbunyi,” tanah dan bangunan ini merupakan jaminan kredit PT BRI Cabang
Bireuen.
32.
Sesuai pasal 1243 KUHPerdata, pada
kenyataannya debitur telah lalai dalam melakukan kewajibannya untuk melunasi
hutangnya berupa tunggakan pokok, bunga, dan denda serta biaya lainnya sesuai
Perjanjian Modal Kerja No.6 tanggal 17 Mei 2005, jo. Addendum Pemberian Kredit
tentang Restrukturisasi, Deplesi, dan Perubahan Jangka Waktu Kredit, jo. Surat
Peringatan I, jo. Surat Peringatan II, jo. Surat Peringatan III maka debitur
haruslah dinyatakan telah melakukan perbuatan wanprestasi atu ingkat janji.
33.
Karena para Penggugat tidak mampu lagi
memenuhi kewajibannya terhadap penyelesaian/pelunasan kredit kepada Tergugat I,
Tergugat I melakukan eksekusi dengan cara penjualan secara lelang terhadap
agunan kredit para Penggugat. Tujuannya adalah untuk pengembalian pelunasan
pinjaman kredit para Penggugat.
34.
Di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan
Nomor 4 Tahun 1996 terdapat pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa Hak Tanggungan
adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Pasal 6
Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 dinyatakan bahwa apabila
debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk
menjual obyek hak tanggungan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan lelang tersebut.
35. Tergugat I yang merupakan pemegang Hak
Tanggungan peringkat pertama mempunyai hak eksekutorial terhadap obyek hak Tanggungan
tersebut. Tergugat I dapat mengambil pelunasan piutangnya dengan menyerahkan
pelaksanaannya kepada Tergugat II (KPKNL Lhokseumawe) guna penyelesaian kredit
para Penggugat.
Berdasarkan
uraian tersebut di atas, bukti para Penggugat telah disangkal oleh Para
Tergugat. Bukti-bukti para Penggugat tidak cukup kuat untuk membuktikan
kebenarannya. Majelis Hakim berkesimpulan bahwa tidak ada perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat. Oleh karena itu, petitum pada gugatan
Para Penggugat haruslah dinyatakan ditolak seluruhnya. Karena gugatan para
Penggugat dinyatakan ditolak untuk seluruhnya, para Penggugat dihukum untuk
membayar biaya perkara ini.
Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Bireuen dalam perkara tersebut memberikan amar putusan
sebagai berikut:
MENGADILI:
DALAM EKSEPSI:
-
Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat
I untuk seluruhnya
DALAM
POKOK PERKARA:
1.
Menolak gugatan Para Penggugat untuk
seluruhnya;
2.
Menghukum para Penggugat untuk membayar
biaya perkara sebesar Rp921.000,00 (Sembilan ratus dua puluh satu ribu rupiah)
D.
Penutup
Berdasarkan
analisis dan pembahasan tersebut di atas, Penulis memberikan kesimpulan antara
lain:
1.
Pak A dan Bu B harus berhati-hati dalam
menjalankan usahanya apalagi menggunakan dana perbankan. Jangan sampai
mengalami kredit macet.
2.
Perlunya manajemen keuangan yang baik
sehingga Pak A dan Bu tidak perlu terjerembab terhadap risiko gagal bayar.
3. Bank perlu menyampaikan sosialisasi
terkait risiko-risiko kredit macet perbankan.
4. Penjualan secara lelang barang agunan merupakan usaha bank dalam mengambil piutangnya