Sabtu, 29 Juni 2024

PIUTANG FASILITAS DANA BERGULIR BADAN LAYANAN UMUM

Badan Layanan Umum adalah instansi pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mencari keuntungan dan dalam kegiatannya mengutamakan efesiensi dan produktivitas. Contohnya Universitas Negeri, Rumah Sakit, Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup, dan lain-lain. 

Pengelolaan BLU diatur di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Tujuan dibentuknya BLU adalah agar dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa tergantung pada APBN atau APBD. 

BLU mempunyai keuntungan antara lain dapat mengelola keuangan secara mandiri, dapat melakukan kegiatan secara mandiri kepada masyarakat, pendapatannya dapat digunakan langsung tanpa disetorkan terlebih dahulu ke kas negara, belanja secara fleksibel, dapat melakukan investasi jangka panjang, mengoptimalkan aset, dan dapat melakukan hal lain yang tidak dapat dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintahan.

Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup mengelola dana yang bertujuan untuk menjaga lingkungan hidup,bidang kehutanan energi dan sumber daya mineral, perdagangan karbon jasa lingkungan, industri dan transpotasi pertanian, kelautan, dan perikanan. Badan ini dibentuk dibawah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. 

Pengelolaan fasilitas dana bergulir yang dikeluarkan oleh BPDLH diatur dalam PMK 218 tahun 2009 tentang Pedoman Pengeloaan Dana Bergulir.

Namun tidak setiap dana yang dikeluarkan berjalan lancar. kadang ada yang mengalami kemacetan. Oleh karena itu, penyerahan pengurusan piutang tersebut di serahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara.

Selasa, 08 Oktober 2019

ANALISIS JAWABAN PADA GUGATAN LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN (BAGIAN I)


ANALISIS JAWABAN GUGATAN LELANG EKSEKUSI
HAK TANGGUNGAN (BAGIAN I)

A.     Pendahuluan
Seiring kebutuhan manusia yang meningkat, semakin banyak pihak yang melakukan pinjaman ke perbankan. Kebutuhan-kebutuan tersebut, misalnya untuk menambah modal kerja, renovasi rumah, membeli barang, membeli rumah, biaya Pendidikan, biaya pernikahan, liburan, menutup utang, dan lain-lain.
Tentunya, dalam berhutang ke bank tidak semua kewajiban berjalan dengan lancar. Penggunaan kredit yang tidak sesuai rencana dapat merusak keuangan. Demikian juga, berhutang yang melebihi kemampuan membayar dapat membuat kredit menjadi macet.
Seperti yang dialami oleh Pak A dan Bu B, mereka meminjam kredit ke BRI Cabang Bireuen untuk menambah modal usahanya. Namun, di tengah perjalanannya, mereka tidak mampu mengembalikan hutangnya  tersebut kepada bank.
Setelah dilakukan serangkaian upaya penyelamatan hutang, Pak A dan Bu B juga tidak mampu memenuhi kewajiban hutangnya. Hingga suatu ketika, BRI Cabang Bireuen melakukan tindakan penjualan agunan Pak A dan Bu B melalui perantaraan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.
Untuk menyelamatkan agunannya Pak A dan Bu B menggugat BRI Cabang Bireuen dan KPKNL Lhokseumawe ke Pengadilan Negeri Bireuen. Gugatan ini berkaitan dengan lelang eksekusi Hak Tanggungan. Untuk memberikan gambaran tentang gugatan dan jawaban atas gugatan Penggugat, Penulis menyampaikan gugatan Pak A dan Bu B sebagai Penggugat melawan BRI Cabang Bireuen sebagai Tergugat I dan KPKNL Lhokseumawe sebagai Tergugat II serta jawaban, bukti-bukti hingga putusan Pengadilan Negeri Bireueun.
B.    Kasus Posisi
Pak A dan Bu B beralamat di jalan Lam Kecamatan Banda Kota Banda Aceh. Mereka menggugat Bank Rakyat Indonesia Cabang Bireuen dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Lhokseumawe di Pengadilan Negeri Bireuen.
Pak A dan Bu B merupakan nasabah dari Bank Rakyat Indonesia Cabang Bireuen. Mereka melakukan usaha di bidang keramik. Untuk memperluas usahanya, mereka ingin meminjam uang di Bank. Mereka pergi ke BRI Cabang Bireuen. Bank tersebut memberikan fasilitas kredit untuk menambah modal di bidang penjualan keramik.
Pada tahun 2002 mereka meminjam Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah). Tahun 2012 mereka meminjam lagi sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Tahun 2015 mereka pinjam lagi sebesar Rp100.000.000,00 (serratus juta rupiah). Sehingga total hutang kepada bank sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
Dalam memperoleh kredit, mereka mengagunkan atau menjaminkan sertifikatnya berupa 2 buah sertifikat yaitu SHM No.06 atas nama Pak A dan SHM No.683 atas nama Bu B. Agunan yang berupa tanah tersebut sangat berarti bagi mereka.
Di perjanjian membuka kredit, mereka diwajibkan membayar cicilan pokok dan bunga. Mereka telah melakukan pembayaran cicilan pokok dan bunga sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Usaha mereka semakin lama semakin menurun karena ada persaingan antar sesama pengusaha yang membuka usaha keramik. Model keramik semakin ketinggalan. Banyak keramik keluaran terbaru yang dihasilkan oleh pesaing dengan harga yang terjangkau. Keramik mereka semakin lama ditinggalkan pembeli. Hingga suatu ketika mereka tidak bisa membayar cicilan ke bank.
Bank memberikan peringatan untuk segera membayar tetapi Pak A dan Bu B tidak sanggup melakukan kewajibannya. Oleh karena itu, bank memohon kepada Kantor Pelayanan Negara dan Lelang Lhokseumawe untuk melakukan penetapan lelang.
Bank memberitahukan pengumuman lelang pertama pada tanggal 5 Mei 2017 dan pengumuman lelang kedua tanggal 18 Mei 2017. Jaminan pak A dan Bu B akan dilelang pada tanggal 31 Mei 2017. Pemberitahuan lelang tersebut tidak seizin Pak A dan Bu B. sehingga Pak A dan Bu B menganggap BRI dan KPKNL melakukn perbuatan melawan hukum.
Setelah pemberitahuan lelang kedua, bank memohon kepada Pak A dan Bu B untuk segera mengosongkan agunan tersebut. Hal ini karena BRI dan KPKNL telah menetapkan lelang pada tanggal 31 Mei 2017.
Pak A dan Bu B memohon BRI dan KPKNL untuk tidak melakukan lelang. Mereka memohon secara kekeluargaan tetapi BRI dan KPKNL tidak mengindahkannya.
KPKNL akhirnya melakukan penjualan secara lelang obyek tersebut tanpa perintah pengadilan. Hal ini sangat bertentangan dengan hukum. Sehingga pelelangan tersebut cacat hukum. Dalam yurisprudensi Mahkamad Agung RI nomor 3201 K/Pdt/1984 tanggal 30  Januari 1986 yang dalam kaidah hukumnya menyatakan bahwa berdasarkan pasal 224 HIR/258 Rbg ditegaskan bahwa pelaksanaan pelelangan akibat grosse akta hipotek dengan memakai kepala Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan pengadilan, seharusnya dilaksanakan atas perintah pimpinan pengadilan, tetapi dilaksanakan sendiri oleh kantor lelang negara atas perintah kreditor, oleh karenanya maka pelelangan tersebut  bertentangan dengan pasal 224 HIR/ 258 Rbg sehingga pelelangan tersebut tidak sah, dengan demikian Bank Kreditor, Kantor lelang dan pembeli lelang telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pak A dan Bu B merasa khawatir obyek jaminan dialihkan. Mereka memohon hakim agar mengabulkan gugatannya, menyatakan BRI Cabang Bireuen dan KPKNL Lhokseumawe melakukan perbuatan melawan hukum, menyatakan pengumuman lelang dan surat pengosongan serta lelang adalah tidak sah dan membayar biaya perkara yang timbul.

C.    Analisis dan Pembahasan
Pak A dan Bu B merupakan debitor dari Kreditor Bank Rakyat Indonesia Cabang Bireuen. BRI telah memberikan kucuran kredit sesuai dengan Perjanjian Kredit. Perjanjian kredit memuat pembayaran cicilan pokok dan bunga serta sanksi jika debitor melakukan wanprestasi.
Gugatan tersebut terjadi karena Pak A dan Bu B merasa hak-haknya tidak dipenuhi seperti memohon penjadwalan hutang dan penundaan lelang. Pak A dan Bu B mengalami kesulitan dalam hal pembayaran. Usahanya mengalami penurunan.
Bank sebagai kreditor telah memberi peringatan supaya Pak A dan Bu B segera melunasi kewajibannya. Namun, Pak A dan Bu B selaku debitor tidak memenuhinya. Bank selaku perusahaan ingin segera uangnya balik. Untuk itu, agar uangnya cepat kembali adalah dengan cara melakukan penjualan secara lelang.
BRI Cabang Bireuen membuat jawaban yang dalam jawabannya antara lain:
-      BRI membuat Eksepsi Obscuur Libel (gugatan yang kabur atau tidak jelas) dengan alasan-alasan:
1.   Bahwa pelaksanaan pelelangan tersebut didasarkan pada Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Benda-benda yang berkaitan dengan tanah (parate eksekusi) bukan didasarkan pada fiat pengadilan atas title eksekutorial yang tercantum dalam sertifikat Hak Tanggungan yang harus melalui penetapan oleh Ketua Pengadilan.
2.   Bahwa bank merupakan pemegang Hak Tanggungan tingkat pertama yang memiliki hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan melalui pelelangan umum tanpa melalui pengadilan dan tidak mengikuti prosedur hukum acara.
3.   Bahwa prosedur yang ditempuh bank dengan melakan permohonan lelang kepada KPKNL telah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
4.   Bahwa tidak berdasar Penggugat yang dalam gugatannya menyatakan perbuatan tergugat melakuan penjualan lelang melalui perantara KPKNL merupakan perbuatan melawan hukum.
5.   Maka gugatan yang tidak berdasar atau tidak jelas tersebut, tergugat mohon agar gugatan ditolak atau setidaknyan menyatakan tidak dapat diterima.
-      BRI dalam pokok perkara mengemukakan hal-hal sebagai berikut:
1.        Hal-hal yang dikemukan dalam eksepsi mohon dianggap telah pula dikemukakan dalam pokok perkara
2.        Bahwa BRI menolak dengan tegas dalil Penggugat kecuali dinyatakan secara tegas diakui oleh Tergugat.
3.        Bahwa Penggugat merupakan debitor BRI yang telah menerima Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sesuai dengan Addendum Perjanjian Kredit tentang Restrukturisasi dan Perubahan Jangka Waktu No.32 tanggal 27 Juli 2015.
4.        Untuk menjamin pelunasan kredit tersebut, Penggugat menyerahkan jaminan berupa 2 Sertifikat. Sebagai konsekuensi hukumnya, apabila penggugat tidak dapat melunasi kewajibannya/wanprestasi maka agunan tersebut dilelang sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk melunasi hutang tersebut.
5.        Dalam perjalanannya, ternyata penggugat tidak dapat melakukan pembayarannya dan akhirnya dinyatakan macet walaupun telah dilakukan restrukturisasi.
6.        Sebelum dilakukan penjualan secara lelang, bank telah memberi peringatan dengan surat  nomor xxxx tanggal xx bulan xx tahun xxx sebagai peringatan pertama, surat  nomor xxxx tanggal xx bulan xx tahun xxx sebagai peringatan kedua, surat  nomor xxxx tanggal xx bulan xx tahun xxx sebagai peringatan ketiga, surat pemberitahuan lelang nomor xxx tanggal  xx bulan xx tahun xxxx
7.        Dalam surat peringatan tercantum rincian hutang kepada bank yang mana pada peringatan terakhir dengan rincian sebagai berikut: pokok Rpxxxx bunga Rpxxxx, denda Rpxxxx Jumlah Rpxxxx.
8.        Karena tidak ada itikad baik dari Penggugat, sesuai dengan ketentuan UU Nomor 4 Tahun 1996, bank melakukan penyelesaian kredit macet melalui parate eksekusi. Pasal 6 menyatakan bank sebagai pemegang Hak Tangunggan pertama mempunyai kekuasaan sendiri untuk menjual melalui pelelangan umum dan mengambil pelunasan piutangnya.
9.        Bahwa ciri dari hak tanggungan yang kuat adalah jika debitur cidera janji sesuai dengan pasal 20 UU Hak Tanggungan. Pasal 14 Hak Tanggungan juga mengatur Sertipikat Hak Tanggungan mempunyai irah-irah yang mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai grosse akta.
10.     BRI memohon hakim untuk menerima eksepsinya, menolak gugatan penggugat atau setidak-tidaknya menyatakan gugatan penggugat tidak dapat diterima
KPKNL Lhokseumawe merupakan kantor yang melakukan penjualan secara lelang. Sehingga ia tidak dapat menolak permohoan lelang yang diajukan kepadanya. KPKNL Lhokseumawe memberikan jawabannya sebagai berikut:
-      KPKNL memberikan Eksepsi Persona Standi Yudicio
1.   Bahwa penyebutan kepada KPKNL harus menyertakan instansi di atasnya.
2.   Bahwa KPKNL bukanlah badan hukum yang berdiri sendiri, melainkan suatu badan hukum yang merupakan bagian dari institusi negara dimana atasan dari KPKNL adalah Pemerintah Republik Indonesia cq. Kementerian Keuangan Republik Indonesia cq. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara cq. Kantor Wilayah DJKN
3.   bahwa terhadap gugatan Penggugat yang langsung ditujukan kepada KPKNL tanpa mengaitkan instansi atasannya adalah keliru dan kurang tepat, karena KPKNL tidak memiliki kualitas untuk dituntut di muka Peradilan Umum jika tidak dikaitkan dengan badan hukum induknya dan selanjutnya berakibat pada gugatan yang kurang sempurna dan oleh karenanya harus dinyatakan tidak dapat diterima seluruhnya (Niet Ontvankelijk Verklaard).
4.   Pasal 6 RV dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1004 K/Sip/1974 tanggal 27 Oktober 1977 tentang gugatan yang harus ditujukan kepada Pemerintah Pusat.
5.   bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, jelas bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima dikarenakan gugatan Penggugat tidak mengaitkan badan hukum induk/instansi atasan KPKNL hal ini didasarkan pada Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 1424 K/Sip/1975 tanggal 8 Juni 1976 tentang gugatan yang harus ditujukan kepada Pemerintah Pusat.
-      Dalam pokok perkara, KPKNL memberikan dalil sebagai berikut:
1.   Bahwa KPKNL secara tegas menolak dalil gugatannya, kecuali diakui secara tegas dalam gugatannya.
2.   Bahwa obyek gugatan yang diajukan oleh penggugat terkait pelaksanaan lelang merupakan permohonan dari BRI Cabang Biereuen Nomor S-xxx tanggal xx bulan xx tahun xxxx. BRI tersebut merupakan pemegang Hak Tanggungan pertama berhak mengajukan lelang kepada KPKNL Lhokseumawe berdasarkan Pasal 6 UU Hak tangungan Nomor 4 tahun 1996.
3.   Bahwa penetapan waktu pelaksanaan lelang telah sesuai dengan pasal 7 Vendu Reglement Stb. 1908 Nomor 189 jo. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang pasal 13 yang menyatakan kantor lelang tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang telah memenuhi dokumen persyaratan lelang yang sudah lengkap dan memenuhi legalitas formal subyek dan obyek lelang.
4.   Bahwa obyek lelang telah diumumkan oleh BRI pada koran Serambi yang terbit tanggal xx bulan xx tahun xxxx sebagai pengumuman pertama dan koran Serambi tanggal zz bulan zz tahun zzzz sebagai pengumuman kedua.
5.   Bahwa obyek lelang telah dilakukan penjualan lelang pada tanggal 31 Mei 2017 tetapi tidak ada yang melakukan penawaran sehingga tidak terdapat pengalihan hak atas obyek tersebut dengan kata lain tidak menimbulkan akibat hukum apapun.
Berdasarkan pasal 283 Rbg dan Pasal 1865 KUHPerdata, para penggugatlah yang pertama membuktikan kebenaran dalil gugatannya. Setelah itu, para tergugat membuktikan juga dalil bantahannya. Hal ini dilakukan agar tercipta hubungan yang tidak berat sebelah dan sinergis. Hakim harus bersikap adil, obyektif, jujur, dan tidak membebankan pembuktian kepada pihak yang tidak bisa membuktikannya.  
Dalam kesempatan pembuktian, masing-masing pihak mengajukan bukti untuk mendukung dalilnya. Bukti para pihak dilegalisir dan dibubuhi materai yang cukup serta diperlihatkan asllinya di depan majelis hakim. Para penggugat menyampaikan 11 bukti surat, yang terdiri 8 bukti (P-1 sampai dengan bukti P-8) yang diperlihatkan aslinya dan 3 bukti (P-9, P-10, dan P-11) hanya berupa foto copy dari foto copy. Selain bukti surat, para penggugat tidak mengajukan bukti berupa saksi di persidangan.
Bukti Para Pengugat terdiri dari:
1.      Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp5.800.000,00 (lima juta delapan ratus ribu rupiah) tanggal 1 Februari 2014 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya diberi tanda P-1;
2.      Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp5.800.000,00 (lima juta delapan ratus ribu rupiah) tanggal 30 September 2014 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya diberi tanda P-2;
3.      Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp5.800.000,00 (lima juta delapan ratus ribu rupiah) tanggal 20 Oktober 2013 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya diberi tanda P-3;
4.      Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp5.800.000,00 (lima juta delapan ratus ribu rupiah) tanggal 3 November 2014 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya diberi tanda P-4;
5.      Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp4.015.000,00 (empat juta lima belas ribu rupiah) tanggal 31 Oktober 2013 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya diberi tanda P-5;
6.      Foto copy slip setoran di PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Biereun sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) tanggal 28 Mei 2016 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya diberi tanda P-6;
7.      Foto copy dari foto copy pengumuman lelang I tanggal 5 Mei 2017 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya diberi tanda P-7;
8.      Foto copy dari foto copy pinjaman jatuh tempo tanggal 12 Mei 2016 setelah dicocokkan sesuai dengan aslinya selanjutnya diberi tanda P-8;
9.      Foto copy dari foto copy pengumuman lelang II tanggal 18 Mei 2017 setelah dicocokkan sesuai dengan foto copy selanjutnya diberi tanda P-9;
10.   Foto copy dari foto copy perkara perdata nomor 7/Pdt.G/2017/PN-Bir tanggal 26 Juli 2017 setelah dicocokkan sesuai dengan foto copy selanjutnya diberi tanda P-10;
11.   Foto copy dari foto copy rekening koran tanggal 18 Oktober 2016, selanjutnya diberi tanda P-11;
PT Bank Rakyat Indonesia Cabang Biereun mengajukan bukti surat berupa:
1.     Foto copy Akta Perjanjian Kredit Modal Kerja No. 63 tanggal 17 Juni 2005, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-1;
2.     Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 29 September 2005 an. Pak A, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-2;
3.     Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 29 September 2005 an. Pak A yang diikat Hak Tanggungan berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan I Nomor 11 tanggal 15 Februari 2006, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-2a;
4.     Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 29 September 2005 an. Pak A yang diikat Hak Tanggungan berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan II Nomor 36 tanggal 1 Juli 2008, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-2b;
5.     Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 29 September 2005 an. Pak A yang diikat Hak Tanggungan berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan III Nomor 59 tanggal 22 Juni 2010, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-2c;
6.     Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 68 tanggal 18 Oktober 1996 an. Bu B, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-3;
7.     Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 68 tanggal 18 Oktober 1996 an. Bu B yang diikat Hak Tanggungan berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan I Nomor 66 tanggal 11 Februari 2011, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-3a;
8.     Foto copy Sertifikat Hak Milik No. 68 tanggal 18 Oktober 1996 an. Bu B yang diikat Hak Tanggungan berdasarkan Sertifikat Hak Tanggungan II Nomor 58 tanggal 9 Juli 2012, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-3b;
9.     Foto copy Surat peringatan Pertama Nomor B/xx tanggal 24 Mei 2016 setelah dilihat dan dicocokkan, selanjutnya diberi tanda T.I-4;
10.  Foto copy Surat peringatan Kedua Nomor 22/xx tanggal 3 Juni 2016 setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-5;
11. Foto copy Surat peringatan Kedua Nomor 22/xx tanggal 3 Juni 2016 setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-6.
Catatan:
Bukti T.I-4 sampai dengan Bukti T.I-6 membuktikan fakta hukum bahwa:
a.     Sebelum BRI Cabang Bireuen selaku Tergugat I meminta bantuan kepada KPKNL Lhokseumawe selaku Tergugat II, Tergugat I telah memberi peringatan yang cukup kepada debitur/penggugat;
b.     Surat-surat peringatan yang ditujukan kepada debitur telah disebutkan secara gamblang perihal jumlah kewajiban yang harus diselesaikan oleh debitur;
12. Foto Copy Surat Laporan Kunjungan Nasabah (lembar LKN) tanggal 27 Oktober 2015, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-7;
13. Foto Copy Surat Laporan Kunjungan Nasabah (lembar LKN) tanggal 11 April 2016, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-8;
14. Foto Copy Surat Laporan Kunjungan Nasabah (lembar LKN) tanggal 14 Mei 2016, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-9;
15. Foto Copy Surat Laporan Kunjungan Nasabah (lembar LKN) tanggal 18 Oktober 2016, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-10;
16. Foto Copy Surat pemberitahuan pelaksanaan lelang tanggal 28 April 2017, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-11;
17. Foto Copy Surat pengumuman lelang pertama tanggal 5 Mei 2017, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-12;
18. Foto Copy Surat pemberitahuan pengosongan agunan tanggal 5 Mei 2017, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-13;
19. Foto Copy Surat pengumuman lelang kedua tanggal 18 Mei 2017, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-14;

Bukti T.I-11 sampai dengan Bukti T.I-14 membuktikan fakta hukum bahwa:
a.    Rencana lelang telah diberihukan secara tertulis kepada debitur/penggugat dan telah diumumkan kepada publik melalui pengumuman selebaran maupun surat kabar;
b.   Proses-proses pelaksanaan lelang atas obyek sengketa telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

20. Foto copy Akta Perpanjangan Kredit No. 94 tanggal 2 Juni 2006, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-15;
21. Foto copy Akta Perpanjangan Kredit No. 18 tanggal 8 Juni 2007, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-16;
22. Foto copy Akta Perpanjangan Kredit dan tambahan kredit No. 119 tanggal 23 Juni 2008, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-17;
23. Foto copy Akta Perpanjangan Kredit dan tambahan kredit No. 98 tanggal 16 Juni 2009, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-18;
24. Foto copy Akta Perpanjangan Kredit dan tambahan kredit No. 64 tanggal 9 Juni 2010, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-19;
25. Foto copy Akta Perpanjangan Kredit dan tambahan kredit No. 201 tanggal 30 November 2010, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-20;
26. Foto copy Akta Perpanjangan Kredit No. 211 tanggal 28 Juni 2011, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-21;
27. Foto copy Akta Perpanjangan Kredit dan tambahan kredit No. 76 tanggal 21 Juni 2012, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-22;
28. Foto copy Akta Restrukturisasi Kredit perubahan bentuk dan jangka waktu kredit No. 30 tanggal 28 Mei 2013, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-23;
29. Foto copy Akta Restrukturisasi Kredit perubahan bentuk dan jangka waktu kredit No. 32 tanggal 27 Juli 2015, setelah dilihat dan dicocokkan sesuai dengan aslinya, selanjutnya diberi tanda T.I-24.
Semua bukti BRI Cabang Bireuen (T.I-1 sampai dengan T.I-24) sesuai dengan aslinya dan telah dilegalisir serta dibubuhi materai yang cukup. Namun, BRI Cabang Bireuen tidak mengajukan saksi di persidangan.
Selanjutnya, dibawah ini pertimbangan hukum Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut:
1.     Dalam eksepsi.
Dalam gugatan Para Penggugat mendalilkan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum namun Para Penggugat tidak dapat menguraikan unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1365 KUHPerdata;
Setelah Majelis Hakim mempelajari dan memperhatikan tentang eksepsi tersebut, ternyata tidak ditemukan hal-hal yang bersifat formil. Eksepsi yang dikemukakan oleh Tergugat I dan Tergugat II haruslah dibuktikan terlebih dahulu oleh para Tergugat sehingga Majelis Hakim berpendapat eksepsi tersebut telah memasuki pokok perkara yang kebenarannya harus dibuktikan di persidangan berdasarkan bukti-bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak.
Berdasarkan hal tersebut uraian pertimbangan hukum di atas, Majelis Hakim berpendapat dan berkesimpulan terhadap eksepsi Tergugat I dan Tergugat II di atas haruslah dinyatakan ditolak untuk seluruhnya

2.     Dalam Pokok Perkara
Dalam gugatan Para Penggugat mendalilkan Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum namun Para Penggugat tidak dapat menguraikan unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1365 KUHPerdata. Di dalam pasal 1365 KUHPerdata disebutkan bahwa tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Para Penggugat tidak bisa mendalilkan dalam gugatannya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I dan Tergugat II atas penjualan lelang eksekusi terhadap obyek sengketa berupa tanah Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 29 September 2005 an. Pak A yang terletak di Jalan Lam Kab. Bireuen Propinsi Aceh dan Sertifikat Hal Milik No. 68 tanggal 18 Oktober 1996 yang terletak di Jalan Bam Bireuen Propinsi Aceh.
Untuk menguatkan dalil gugatannya, Para Penggugat telah mengajukan bukti-bukti surat berupa produk P-1 sampai dengan P-8 yang telah dilegalisir dan sesuai dengan aslinya serta dibubuhi materai yang cukup. Penggugat tidak dapat membuktikan keaslian Bukti P-9 sampai dengan bukti P-11 dan tidak mengajukan saksi di persidangan.
Untuk menguatkan dalil bantahannya, Tergugat I telah mengajukan bukti-bukti surat berupa produk T.I-1, T.I-2, T.I-2a, T.I-2b, T.I-2c, T.I-3, T.I-3a, T.I-3b, T.I-4, T.I-5, T.I-6, T.I-7, T.I-8, T.I-9, T.I-10, T.I-11, T.I-12, T.I-13, T.I-14, T.I-15, T.I-16, T.I-17, T.I-18, T.I-19, T.I-20, T.I-21, T.I-22, T.I-23, dan T.I-24. Tergugat I tidak mengajukan saksi di persidangan.
Untuk menguatkan dalil bantahannya, Tergugat II tidak mengajukan bukti-bukti surat. Tergugat II juga tidak mengajukan saksi di persidangan.
Perlu diingat bahwa materi pokok dari perkara ini adalah lelang eksekusi hak Tanggungan atas tanah milik Para Penggugat. Sebelum sampai pokok perkara tersebut, Majelis Hakim memberikan pertanyaan tentang surat gugatan yang diajukan di persidangan. Hal-hal tersebut antara lain:
1.   Apakah benar antara para Penggugat telah melakukan Perjanjian Kredit atau Perjanjian Hutang Piutang dengan Bank Republik Indonesia Cabang Bireuen/Tergugat I?
2.   Apakah benar para Penggugat telah menyetorkan angsuran kepada Bank Republik Indonesia Cabang Bireuen/Tergugat I?
3.   Apakah benar setoran Para Penggugat telah menunggak atau macet ke Bank Republik Indonesia Cabang Bireuen/Tergugat I?
4.   Apakah benar proses lelang eksekusi hak tanggungan yang dilakukan oleh KPKNL Lhokseumawe (Tergugat II) tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku?
Dalil-dalil gugatan Penggugat yang disangkal oleh Tergugat I dan Tergugat II adalah sebagai berikut:
1.       Adanya Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor No. 63 tanggal 17 Juni 2005. Tergugat I telah memberikan fasilitas kredit kepada Para Penggugat sehingga total sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) sebagai tambahan modal kerja perdaganag keramik.
2.       Untuk menjamin pelunasan kredit, para Penggugat telah menyerahkan jaminan/agunan berupa 2 buah sertifikat kepada Tergugat I, yaitu Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 29 September 2005 an. Pak A dan Sertifikat Hak Milik No. 68 tanggal 18 Oktober 1996 an. Bu B.
3.       Penyerahan agunan tersebut dilakukan sendiri oleh Para Penggugat berdasarkan pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor Nomor 11 tanggal 15 Februari 2006, Nomor 36 tanggal 1 Juli 2008, Nomor 59 tanggal 22 Juni 2010, Nomor 66 tanggal 11 Februari 2011, Nomor 58 tanggal 9 Juli 2012, yang dibuat di Kantor Pertanahan Kab. Bireuen.
4.       Akta Pembebanan tersebut dilakukan dihadapan Pejabat Umum yang sah sehingga akta tersebut berlaku akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.
5.       Agunan kredit tersebut telah dibebankan Sertifikat Hak Tanggungan Peringkat Pertama sesuai Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 29 September 2005 an. Pak A dan telah telah dibebankan Sertifikat Hak Tanggungan Peringkat Pertama sesuai Sertifikat Hak Milik No. 68 tanggal 18 Oktober 1996 an. Bu B, pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor Nomor 11 tanggal 15 Februari 2006, pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor 36 tanggal 1 Juli 2008, pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor 59 tanggal 22 Juni 2010, pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor 66 tanggal 11 Februari 2011, pembebanan Hak Tanggungan (SKMHT) Nomor 58 tanggal 9 Juli 2012 sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus ribu rupiah) untuk kepentingan Para Penggugat. Apabila para Penggugat sebagai debitur dinyatakan cidera janji/wanprestasi terhadap kewajibannya berdasarkan perjanjian yang timbul, maka Tergugat I sebagai pemegang Hak Tanggungan berhak dan berwenang mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan secara lelang agunan kreditnya.
6.       Perjanjian kredit telah dilakukan perpanjangan kredit melalui Addendum Perjanjian Modal Kredit Kerja No. 94 tanggal 2 Juni 2006, Akta Perpanjangan Kredit No. 18 tanggal 8 Juni 2007, No. 119 tanggal 23 Juni 2008, No. 64 tanggal 9 Juni 2010, No. 201 tanggal 30 November 2010, No. 211 tanggal 28 Juni 2011, No. 7 tanggal 21 Juni 2012, namun Para Penggugat tidak memenuhi kewajiban pembayaran kredit sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian kredit sehingga Tergugat I menerbitkan Surat Peringatan Pertama, Surat Peringatan Kedua, Surat Peringatan Ketiga, yang intinya  bahwa fasilitas kredit telah jatuh waktu seketika dan seluruh kewajiban wajib dilunasi sekaligus. Apabila para Penggugat tidak menjalankan kewajibannya maka Tergugat I akan melakukan upaya penyelesaian kredit sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak terbatas pada lelang eksekusi hak tanggungan baik melalui fiat atau tidak melalui fiat eksekusi pengadilan, gugatan dan kepailitan serta upaya hukum lainnya.
7.       Gugatan para Penggugat telah disangkal/dibantah kebenarannya oleh Para Tergugat. Berdasarkan berdasarkan pasal 283 Rbg dan 1865 KUHPerdata serta Yurisprudensi Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 94 K/SIP/1956 tanggal 1 Oktober 1957 jo. Putusan Nomor 162 K/SIP/1955 tanngal 21 November 1956, maka para Tergugat juga dibebani kewajiban untuk membuktikan sangkalannya/bantahannya.
8.       Untuk membuktikan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah melakukan lelang eksekusi Hak Tanggungan terhadap 2 buah Sertipikat Hak Milik atas nama para Penggugat secara tanpa hak dan perbuatan melawan hukum, maka Para Penggugat mengajukan bukti P-1, P-2, P-3, P-4, P-5, P-6, P-7, P-8, P-9, P-10, dan P-11 sedangkan bukti Perjanjian Kredit Modal Kerja antara Para Penggugat dan Tergugat I tidak ditemukan di persidangan. padahal bukti tersebut merupakan dasar para Penggugat dari gugatan ini.
9.       Secara formal bukti Para Penggugat P-1, P-2, P-3, P-4, P-5, P-6, P-7, dan P-8 setelah dilihat dan dicocokan dengan aslinya dapat dilterima sebagai bukti oleh Hakim. Sedangkan bukti P-9, P-10, dan P-11 setelah dilihat dan dicocokan tidak ada aslinya. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 701 K/SIP/1974 (Y.I 1976 halaman 549) bahwa suatu akta mempunyai kekuatan pembuktian sempurna sepanjang sesuai dengan akta aslinya/kekuatan pembuktian dari surat atau alat bukti tertulis terletak pada aslinya. Sehingga bukti Para Penggugat bertanda P-9, P-10, dan P-11 dikesampingkan.
10.   Para Penggugat telah melakukan perjanjian kredit dengan Tergugat I dalam tiga tahap yaitu tahap pertama Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pada tahun 2002, tahap kedua sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) pada tahun 2012, dan tahap ketiga sebesar Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) pada antara tahun 2012 sampai tahun 2015, sehingga total pinjaman sebesar Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah). Hal ini telah dibuktikan sesuai dengan bukti T.I-1, T.I-2, T.I-2a, T.I-2b, T.I-2c, T.I-3, T.I-3a, T.I-3b dengan jaminan Sertifikat Hak Milik No. 6 tanggal 23 September 2005 atas nama Pak A (bukti T.I-2a, T.I-2b, T.I-2c) dan para penggugat berkewajiban membayar cicilan kreditnya sampai lunas. Berdasarkan bukti di persidangan para Penggugat hanya menyetorkan cicilan kreditnya sebanyak 6 (enam) kali sebagaimana bukti Pengguat (P-1, P-2, P-3, P-4, P-5, P-6) dan tidak ada bukti setelah itu, sehingga para Penggugat telah melakukan wanprestasi.
11.   Para penggugat telah menunggak dalam memenuhi kewajibannya kepada BRI Cabang Bireuen, maka BRI Cabang Bireuen menempuh upaya-upaya untuk dapat menyelesaikan kewajiban para Penggugat dengan mengeluarkan surat peringatan I tanggal 24 Mei 2016 (bukti T.1-4), surat peringatan II tanggal 3 Juni 2016 (bukti T.1-5), dan surat peringatan III tanggal 17 juni 2016 (bukti T.1-6). Para Penggugat tidak mengindahkan peringatan tersebut. Oleh karena itu, Majelis berkesimpulan Para Penggugat telah wanprestasi karena lalai terhadap kewajibannya dalam perjanjian kredit dengan Tergugat I sehingga akhirnya menjadi kredit macet.
12.   Untuk menjawab apakah proses lelang yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II telah tepat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Majelis Hakim akan mempertimbangkan berdasarkan bukti-bukti yang ada.  Karena para penggugat telah wanprestasi dan kreditnya tergolong macet, Tergugat I memohon Tergugat II untuk melelang agunan kredit tersebut berupa Sertifikat Hak Milik   No. 6 tanggal 29 September 2005 an. Pak A yang telah dibebani Hak Tanggungan Nomor 11 tanggal 15 Februari 2006 (bukti T.1-11, T.1-12, T.1-13, T.1-14) dan Sertifikat Hak Milik No. 68 tanggal 18 Oktober 1996 an. Bu B yang telah dibebani Hak Tanggunan No. 58 tanggal 9 Juli 2012 (bukti T.I-3, T.I-3a, T.I-3b). oleh karena itu, Tergugat I telah mengajukan permohonan lelang kepada Tergugat II tanggal 28 April 2017 (bukti T.1-11, T.1-12, T.1-13, T.1-14).
13.   Pelaksanaan Lelang ini dilakukan oleh Sdr. S merupakan Pimpinan Cabang BRI Cabang Bireuen berdasarkan Surat Perjanjian Kredit Modal Kerja Nomor 63 tanggal 17 Juni 2005 (T.1-1, T.1-2) dengan Sertifikat Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh  Kantor Pertanahan Bireuen berkepala Demi Keadilan Yang Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Nomor 11 tanggal 15 Februari 2006 peringkat I dan Akta Pemberian Hak Tanggungan Nomor 66 tanggal 11 Februari 2011 (bukti T.1-2a, T.1-2b, T.1-2c, T.1-3, T.1-3a, T.1-3b).
14.   Jadwal lelang telah diumumkan melalui Pengumuman Pertama Lelang Eksekusi Hak Tanggungan (bukti P-7, P-9/T.1-11, T.1-12, T.1-13), pengumuman II lelang eksekusi Hak Tanggungan yang diumumkan di surat kabar Harian Serambi (bukti T1-14)
15.   Para Penggugat telah memohon kepada tergugat I untuk memperpanjang kredit dan penambahan kredit milik para Penggugat (bukti T.1-15, T.1-16, T.1-17, T.1-18, T.1-19, T.1-20, T.1-21, T.1-22). Hal tersebut menjadi bukti para Penggugat dan Tergugat I telah sepakat dengan perjanjian yang dibuatnya dan telah ditandatangani oleh kedua belah pihak serta menanggung konsekuensi dari perjanjian tersebut.
16.   Selain itu, para penggugat juga telah 2 (dua) kali mengajukan restrukturisasi kredit berupa perubahan bentuk dan jangka waktu (bukti T.1-23, T.1-24) kepada Tergugat I dan telah dipenuhi oleh Tergugat I. Namun, dalam perjalanan waktu, para Tergugat tidak melakukan kewajiban sebagaimana mestinya.
17.   Lelang yang dilaksanakan oleh Tergugat II telah sesuai dengan pasal 12 PMK No.106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Kedua atas PMK 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang pada pokoknya KPKNL/Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang persyaratan lelang sudang lengkap dan telah memenuhi legalitas formal subyek dan obyek lelang.
18.   Tergugat I sebelum mengirimkan surat permohonan lelang telah memberikan surat peringatan pertama, surat peringatan kedua, surat peringatan ketiga, namun para Penggugat tidak juga memenuhi kewajibannya.
19.   Tergugat I memohon lelang berdasarkan pasal 14 ayat (1), ayat (2), ayat (3) yang tercantum dalam Sertifikat Hak Tanggungan yang berkepala Demi Keadilan yang Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan pelaksanaan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
20.   Berdasarkan Undang-undang Hak Tanggungan Nomor 4 tahun 1996 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor  No.106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Kedua atas PMK 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, lelang yang akan dilaksanakan adalah Lelang Eksekusi Hak Tanggungan, bukan lelang melalui Kompensasi Pengadilan Negeri/Lelang Eksekusi Pengadilan. Lelang Eksekusi Hak Tanggungan tidak memerlukan perintah Ketua pengadilan. Kreditur selaku pemegang Hak Tanggungan diberi kewenangan oleh Undang-undang untuk melakukan permohoan lelang kepada Kantor Pelayanan Kekayaan Negada dan Lelang untuk melakukan penjualan secara lelang jka debitur wanprestasi.
21.   Sesuai dengan pasal 3 PMK No.106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Kedua atas PMK 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang bahwa lelang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan. Hal ini juga ditegaskan dalam Buku II Mahkamah Agung halam 149  tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan disebutkan bahwa lelang yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku tidak dapat dibatalkan.
22.   Sesuai dengan pasal 35 ayat (2)  PMK No.106/PMK.06/2013 jo. PMK 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang bahwa penentuan nilai limit merupakan tanggung jawab Penjual/pemilik barang.
23. Sesuai dengan pasal 36 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) PMK 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang jo. PMK No.106/PMK.06/2013 tentang Perubahan Kedua atas PMK 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang menyatakan bahwa: (1) Penjual/Pemilik Barang dalam menetapkan nilai limit berdasarkan penilaian oleh Penilai atau penaksiran/penaksir  atau tim penaksir; (2) penilaian sebagaimana dimaksud ayat (1)  huruf a merupakan pihak yang melakukan penilaian secara independent berdasarkan  kompetensi yang dimilikinya; (3) penaksir sebagaimana dimaksud ayat (1)  huruf b merupakan pihak yang berasal dari instansi atau perusahaan penjual, yang melakukan penaksiran berdasarkan metode yang dapat dipertanggungjawabkan temasuk kurator untuk benda seni dan benda antic/kuno.
24.   Sesuai dengan ketentuan pasal 1  ayat (5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996  disebutkan bahwa Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) adalah akta PPAT yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada kreditur tertentu sebagai jaminan pelunasan piutangnya.
25.   Istilah Perbuatan Melawan Hukum berasal dari Bahasa Belanda “On rechtmatige daad”. Perbuatan Melawan Hukum dahulu terbatas hanya pelanggaran hukum tertulis saja. Namun sejak 1919 pengertiaannya mencakup pelanggaran tentang kesusilaan atau kepantasan dalam pergaulan hidup di Belanda dan sejak tahun 1919 perbuatan melawan hukum diartikan secara luas  menjadi:
a.    Perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain;
b.   Perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri;
c.    Perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan;
d.   Perbuatan yang bertentangan dengan kehati-hatian atau keharusan dalam pergaulan masyarakat yang baik.
26.   Berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata yang merupakan landasan perbuatan melawan hukum disebutkan bahwa unsur-unsur perbuatan melawan hukum meliputi:
a.    Harus ada perbuatan;
b.   Perbuatan itu melawan hukum;
c.    Ada kerugian;
d.   Ada kesalahan (schuld);
e.    Ada hubungan sebab akibat (kausal) antara perbuatan melawan hukum dan kerugian.
27.   Berdasarkan pasal 2 (dua) Klausul Perjanjian Kredit dinyatakan bahwa
a.    Bank setuju memberikan kredit kepada debitur dalam 3 (tiga) tahap untuk jumlah yang tidak melebihi kredit Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta). Dengan tidak mengurangi ketentuan bank sesuai pasal 13 syarat-syarat umum, bank berhak mengubah besarnya nilai limit kredit sewaktu-waktu atau pertimbangan bank sendiri akan tetapi tidak terbatas  karena keadaan debitur sendir dan atau perubahan nilai agunan dengan membuat addendum perjanjian kredit ini yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian kredit.
b.     Tujuan kredit.
Fasilitas kredit ini adalah kredit modal kerja
c.     Sifatnya Kredit Revolving
d.     Jangka Waktu Kredit
Persetujuan kredit yang diberikan bank kepada debitur hanya jangka waktu 1 (satu) tahun sejak penandatangan perjanjian kredit. Setelah berakhirnya perjanjian kredit ini, namun kredit masih diperlukan untuk jangka waktu yang sama atau jangka waktu yang lain, debitur dapat menyampaikan permohonan tertulis selambat-lambatnya 90 (sembian puluh) hari untuk disampaikan dan diterima oleh bank serta dilengkapi data pendukung, bank dapat mempertimbangkan untuk memperpanjang jangka waktu kredit tersebut.
Namun, jika bank tidak menyetujui perpanjangan kredit, debitur harus melunasi kewajibannya. Bank berhak menyelamatkan kepentingan bank dan melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap agunan utama atau agunan tambahan dibitur dan atau kekayaan lain milik debitur.
e.     Perjanjian Kredit Modal Kerja No. 6 tahun 2005 memuat Jangka waktu kredit 1 (satu) tahun terhitung mulai tanggal 17 Juni 2005 sampai dengan 20 Juni 2006
f.      Pada tanggal 2 Juni 2006, debitur mengajukan tambahan limit dan perpanjangan jangka waktu kredit. Riwayat tambahan adalah sebagai berikut:
-     Limit lama          : Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
-     Tambahan limit : Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
-     Limit kredit baru: Rp600.000.000,00(enam ratus juta rupiah)
-     Tambahan limit : Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
-     Limit kredit baru:Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah)
-     Jangka waktu    :berlaku  sejak penandatanganan addendum PK tanggal 28 Juni 2011
-     Limit baru          : 24 bulan, sejak tanggal 28 Mei 2013 s.d. 18 Mei 2015
g.    Hasil keputusan bank tersebut telah diberitahukan kepada debitur dan debitur telah menyetujuinya. Terbukti debitur mmenandatanganinya Surat Perjanjian Membuka Kredit No. 6 tanggal 17 Juni 2005 di atas materai dan mengembalikannya kepada bank merupakan bagian tak terpisahkan dari addendum.

28.   Berdasarkan Surat Peringatan I Nomor B yang dikeluarkan oleh Tergugat I disebutkan bahwa sampai dengan tanggal 24 Mei 2016 bank belum menerima setoran/angsuran pembayaran kredit. Sesuai data administrasi bank per tanggal 24 Mei 2016 terdapat tunggakan pada fasilitas kredit Rp29.794.790,00. Namun paling lambat 23 Juni 2016, para Penggugat belum menyetorkan angsuran.
29.   Berdasarkan data administrasi bank per tanggal 2 Juni 2016 terdapat tunggakan kredit sebesar Rp634.333.382,00. Bank telah memberikan surat Peringatan II Nomor 2c yang ditujukan kepada debitur tanggal 3 Juni 2006.
30.   Bank juga memberikan surat peringatan III kepada debitur pada tanggal 17 Juni 2016. Tunggakan kredit debitur per tanggal 17 Juni 2016 menjadi Rp729.182.284,00. Sampai pada tanggal tersebut, para Penggugat tidak juga mengindahkan peringatan tersebut. Berdasarkan hal tersebu, debitur dinyatakan cidera janji. Bank akan melakukan tindakan hukum terkait hal tersebut.
31.   Tindakan hukum tersebut yaitu pemasangan plang berbunyi,” tanah dan bangunan ini merupakan jaminan kredit PT BRI Cabang Bireuen.
32.   Sesuai pasal 1243 KUHPerdata, pada kenyataannya debitur telah lalai dalam melakukan kewajibannya untuk melunasi hutangnya berupa tunggakan pokok, bunga, dan denda serta biaya lainnya sesuai Perjanjian Modal Kerja No.6 tanggal 17 Mei 2005, jo. Addendum Pemberian Kredit tentang Restrukturisasi, Deplesi, dan Perubahan Jangka Waktu Kredit, jo. Surat Peringatan I, jo. Surat Peringatan II, jo. Surat Peringatan III maka debitur haruslah dinyatakan telah melakukan perbuatan wanprestasi atu ingkat janji.
33.   Karena para Penggugat tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya terhadap penyelesaian/pelunasan kredit kepada Tergugat I, Tergugat I melakukan eksekusi dengan cara penjualan secara lelang terhadap agunan kredit para Penggugat. Tujuannya adalah untuk pengembalian pelunasan pinjaman kredit para Penggugat.
34.   Di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 terdapat pasal 1 ayat (1) dinyatakan bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya. Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor 4 Tahun 1996 dinyatakan bahwa apabila debitor cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek hak tanggungan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan lelang tersebut.
35.  Tergugat I yang merupakan pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama mempunyai hak eksekutorial terhadap obyek hak Tanggungan tersebut. Tergugat I dapat mengambil pelunasan piutangnya dengan menyerahkan pelaksanaannya kepada Tergugat II (KPKNL Lhokseumawe) guna penyelesaian kredit para Penggugat.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, bukti para Penggugat telah disangkal oleh Para Tergugat. Bukti-bukti para Penggugat tidak cukup kuat untuk membuktikan kebenarannya. Majelis Hakim berkesimpulan bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat. Oleh karena itu, petitum pada gugatan Para Penggugat haruslah dinyatakan ditolak seluruhnya. Karena gugatan para Penggugat dinyatakan ditolak untuk seluruhnya, para Penggugat dihukum untuk membayar biaya perkara ini.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bireuen dalam perkara tersebut memberikan amar putusan sebagai berikut:
                       MENGADILI:
DALAM EKSEPSI:
-      Menolak eksepsi Tergugat I dan Tergugat I untuk seluruhnya
DALAM POKOK PERKARA:
1.   Menolak gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;
2.   Menghukum para Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp921.000,00 (Sembilan ratus dua puluh satu ribu rupiah)
D.    Penutup
Berdasarkan analisis dan pembahasan tersebut di atas, Penulis memberikan kesimpulan antara lain:
1.   Pak A dan Bu B harus berhati-hati dalam menjalankan usahanya apalagi menggunakan dana perbankan. Jangan sampai mengalami kredit macet.
2.   Perlunya manajemen keuangan yang baik sehingga Pak A dan Bu tidak perlu terjerembab terhadap risiko gagal bayar.
3.  Bank perlu menyampaikan sosialisasi terkait risiko-risiko kredit macet perbankan.
4. Penjualan secara lelang barang agunan merupakan usaha bank dalam mengambil piutangnya